Tindakan ini penting sebab persoalan Gafatar berpotensi memicu konflik horizontal dan merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa,"

Jakarta, 21/1 (Antara) - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Deding Ishak meminta pemerintah bertindak tegas dalam menangani kasus aliran sesat Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

"Tindakan ini penting sebab persoalan Gafatar berpotensi memicu konflik horizontal dan merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa," kata Deding kepada pers di Jakarta, Kamis, menanggapi merebaknya kasus Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat.

Menurut Deding, pemerintah bisa berpedoman pada pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa Gafatar berpotensi menjadi aliran sesat karena mencampuradukan semua agama samawi. "Pemerintah harus tegas soal ini, sebab jika tidak akan menimbulkan konflik horisontal di tengah masyarakat," katanya.

Dalam praktiknya, Gafatar mengajarkan ajaran yang dapat menistakan agama sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama. "Jika dibiarkan ini tentu berbahaya. Oleh sebab itulah kami meminta pemerintah tegas menindak gerakan ini. Kemudian Kemenag dan MUI diharapkan segera mengeluarkan fatwa soal Gafatar," ujarnya.

Selain harus bertindak tegas, Deding menilai pemerintah juga perlu mendeteksi lebih cepat gerakan-gerakan yang dapat menimbulkan konflik di tengah masyarakat. "Dalam konteks ini tentu Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian dan Kejaksaan jangan sampai kecolongan untuk mendeteksi gerakan ini lebih dini<" katanya.

Jika tidak, Deding yang juga Ketua Umum DPP Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) ini khawatir bahwa gerakan serupa akan terus berkembang dan mengakibatkan konflik yang lebih luas di tengah masyarakat. "Ini tentu merupakan sesuatu yang sangat tidak kita harapkan," ujar pimpinan komisi yang membidangi agama ini.

Meskipun demikian, Deding mengimbau masyarakat untuk tidak bertindak anarkis dan main hakim sendiri kepada kelompok Gafatar. Sebaliknya, kepada pemerintah diimbau untuk memberikan bantuan kepada mereka yang telah keluar dari kelompok aliran sesat tersebut.

Ke depan, Deding berpesan agar pemerintah melalui Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk lebih aktif lagi mengembangkan wawasan keagamaan dan kebangsaan. Dia yakin, adanya Gafatar selain karena gerakan ini memang memberikan bujukan-bujukan yang menggiurkan juga karena wawasan keagamaan dan kebangsaan yang mudah goyah.

Karena itu, dia mengimbau pemerintah untuk mengaktifkan lagi gerakan-gerakan keagamaan yang dapat mempertebal iman dan keyakinan para pemeluk agama masing-masing. Selain itu, pengembangan wawasan kebangsaan juga penting dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Deding menyambut baik adanya kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan yang selama ini digalakkan oleh MPR untuk mengembangkan rasa nasionalisme dari semua komponen bangsa. "Karena harus diakui bahwa sejak dihapuskannya penataran P4 maka tidak ada lagi upaya-upaya pemerintah yang konkret untuk mempertebal wawasan kebangsaan," kata Deding Ishak.

Sementara itu, Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) merekomendasikan Gafatar merupakan ormas yang kegiatannya berkedok sosial, namun kenyataannya telah menyimpang dari agama Islam.

"Gafatar yang menyatakan dirinya sebagai ormas yang kegiatannya berkedok melakukan kegiatan sosial, namun dalam kenyataannya telah mengajarkan dan menjalankan ajaran agama yang berindikasi menyimpang dari ajaran pokoknya, yaitu agama Islam kepada pengikutnya," kata Wakil Ketua Pakem Pusat Adi Toegarisman.

Ia mengemukakan hal itu seusai rapat koordinasi tim Pakem Pusat yang berasal dari Kemendagri, TNI, Polri, MUI, dan Kemenag di Jakarta, Kamis.

Dikatakan, dari hasil pertemuan itu yang berupa rekomendasi akan diserahkan kepada MUI Pusat untuk segera menerbitkan fatwa terkait gerakan Gafatar. Dalam pertemuan itu, masing-masing perwakilan telah menyampaikan hasil investigasi yang hasilnya berupa simpulan berupa rekomendasi bahwa Gafatar merupakan metamorfosis dari Komunitas Millah Abraham (Komar) yang sebelumnya juga merupakan metamorfosis dari Al Qiyadah Al Islamiyah.

Aliran tersebut telah dilarang dengan Keputusan Jaksa Agung Republik Indoenesia Nomor: KEP-116/A/JA/11/2007 yang didasarkan pada Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2007 tentang aliran Al Qiyadah Al Islamiyah.

Ia menyebutkan ajaran Millah Abraham juga mempercayai Ahmad Moshaddeq adalah Al Masih Al Mawud, Mesias yang dijanjikan untuk umat penganut ajaran Ibrahim/Abraham meliputi Islam, Bani Ismail dan Kristen (Bani Ishaq) menggantikan Nabi Muhammad SAW.

Tim Pakem menganalisisi dan mempelajari dari perkembangan masyarakat. Selanjutnya memikirkan pembinaan terhadap mantan pengikut ajaran ini.

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016