Pada umumnya kami tidak pernah menolak permintaan DPR. Akan tetapi, untuk permasalahan PT Freeport, belum tentu kita terima karena memang belum jelas apa yang harus diaudit dan bagaimana statusnya dari sudut pandang keuangan negara,"

Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum tentu menerima permintaan DPR jika nantinya lembaga legislasi negara tersebut mengajukan permohonan untuk mengaudit PT Freeport Indonesia.

"Pada umumnya kami tidak pernah menolak permintaan DPR. Akan tetapi, untuk permasalahan PT Freeport, belum tentu kita terima karena memang belum jelas apa yang harus diaudit dan bagaimana statusnya dari sudut pandang keuangan negara," kata Ketua BPK Harry Azhar Azis di sela acara SIP-Pelaksana BPK di Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK, Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, kata Harry, sebelum memutuskan meminta bantuan BPK, DPR diharapkan bisa merumuskan secara jelas apa yang harus diaudit BPK dari salah satu perusahaan emas terbesar di dunia itu.

"Kalau berurusan dengan royalti dan pajak, misalnya, kita bisa melakukan pemeriksaan. Namun, kami tidak bisa berbuat apa-apa jika itu berkaitan dengan saham," kata dia.

Badan Pemeriksa Keuangan sendiri mengaku sampai berita ini diturunkan belum menerima permintaan apa pun dari DPR yang sejak akhir tahun 2015 sudah memunculkan wacana membentuk panitia khusus (pansus) untuk memecahkan masalah PT Freeport Indonesia.

Hal itu dilakukan karena DPR ingin meningkatkan transparansi operasi Freeport di Tanah Papua dan memperjelas kontribusi perusahaan tersebut kepada masyarakat.

Menurut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, BPK rencananya akan dilibatkan untuk menyelidiki secara menyeluruh kegiatan Freeport di Indonesia. Misalnya, hasil produksi selama Freeport beroperasi di Indonesia, termasuk kepemilikan saham negara dan royalti yang dibayarkan anak perusahaan Freeport-McMoran itu kepada pemerintah.

"Kita butuh laporan total tentang berapa yang dieksploitasi? Berapa keuntungan yang didapat? Bagaimana saham negara di sana?" tutur Fahri.

Pada hari Senin (18/1), Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef memutuskan untuk mengundurkan diri karena masa kontrak kerja selama setahun telah berakhir.

Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) periode 2011--2014 itu memilih hengkang dari PT Freeport Indonesia meskipun telah mendapatkan tawaran perpanjangan kontrak.

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016