Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah sejumlah daerah menilai draft Rancangan Undang-Undang tentang minuman beralkohol masih ada ketentuan-ketentuan yang tidak konsisten, dan hal itu berdampak pada maraknya peredaran minuman keras oplosan di kalangan masyarakat.
"Dalam draft RUU larangan minol, sesuai judulnya (larangan minol) setiap orang dilarang memproduksi, mendistribusi dan mengkonsumsi. Namun, di dalam draft ini ada banyak pasal yang tidak konsisten," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dalam pertemuan dengan Pansus Minol di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu.
"Di satu sisi, ada pasal yang menyebutkan distribusi terbatas minol. Tetapi di sisi lain juga ada penjualan," tambah dia.
Djarot lalu menyoroti, kasus maraknya masyarakat yang mengoplos minol menggunakan bahan berbahaya, semisal mencampurkannya dengan lotion anti nyamuk ditambah minuman energi. Efeknya, nyawa bisa melayang.
"Maraknya warga meminum minuman oplosan yang menimbulkan korban jiwa, ini harus diantisipasi. Efeknya, banyak langsung tewas. Di Jakarta, kebanyakan yang tewas karena oplosan," kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa mengungkapkan, kasus minol oplosan cukup menonjol di kawasan Indramayu, Cirebon, dan Sumedang. "Di Jawa Barat sudah banyak korban (minol oplosan), seperti Indramayu, Cirebon, Sumedang. Banyak yang meninggal karena oplosan," kata dia dalam kesempatan yang sama.
Melihat kondisi ini, Iwa berharap pengendalian dan pengawasan minol bisa efektif. "Permasalahan ada di pengendalian, pengawasan. Jangan sampai tidak efektif. Korban sudah bergelimpangan," kata dia.
Djarot menyebutkan, DKI telah memiliki Peraturan Gubernur (Pergub) No. 187 tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Penjualan Minol. Selain itu, sudah ada 36 aturan ditingkat pusat dan 150 peraturan daerah yang mengatur tentang pengendalian produksi, standar mutu, distribusi, penjalan hingga konsumsi minol.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016