"Karena pencemaran polutan, suspensi sedimentasi banyak terjadi, sehingga dugong menjadi payah hidup," kata Kepala Bidang Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Eddiwan melalui sambungan telepon di Batam, Senin.
Ia mengatakan saat ini, hewan menyusui itu sudah termasuk apendiks 1 kategori satwa langka.
Dugong hidup di daerah seagrass, atau perairan dengan padang rumput, karena memang hewan berukuran besar itu pemakan rumput. Di Kepri, sejumlah lokasi menjadi habitat dugong, di antaranya di sejumlah perairan Bintan, Batam dan Lingga.
"Sekarang daerah itu terganggu akibat aktivitas laut, pencemaran, eksploitasi, pengambilan timah, bauksit yang membuat habitat dugong tercemar," kata dia.
"Ada limbah minyak di sebelah sebagai dampak pengeboran di bagian utara, ada juga sandblasting di dekat singapura. Itu mempengaruhi betul," kata dia.
Akibat berbagai pencemaran di tempat tinggalnya, dugong berenang ke luar habitat, sampai tersasar ke perairan dan terdampar di pantai.
Pekan lalu daja, seekor duyung betina sepanjang 2,5 meter ditemukan terdampar di Perairan Nongsa, Batam.
"Biasanya kalau berenang ke luar habitat, mereka akan kembali lagi ke tempatnya lagi. Tapi sekarang ini, sudah rusak," kata dia.
Ia mengakui, pemerintah masih kurang bekerja dalam pelestarian dugong dan hewan langka lainnya.
Sampai saat ini pemerintah masih mendata jumlah dugong yang hidup di Perairan Kepri.
"Konservasi tidak kencang, kurang maksimal. Ini karena pemanfaatan ruang laut kelewat tinggi. Sehingga satwa terganggu," kata dia.
Pewarta: Jannatun Naim
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016