"Kita tahu kalau orang melihat empat pilar begitu kaku. Kita ingin membuat kemasan baru pada generasi muda. Supaya tidak terlalu kaku," kata Siti kepada ANTARA News di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dalam peragaan busana yang dia adakan beberapa Agustus 2015 lalu, peserta diminta mengenakan baju tradisional dari berbagai wilayah di Indonesia.
"Lewat pakaian adat. Kami meminta peserta memakai pakaian adat. Mengapa? Sebenarnya untuk menjelaskan, Indonesia terdiri dari banyak budaya, meskipun kita berwarna-warni, tetap kita satu, negara kita Indonesia," kata dia.
"Yang namanya plural, Bhineka Tunggal Ika itu bisa dengan menunjukkan kecintaannya lewat budaya Indonesia, karena merupakan bagian dari kekayaan Indonesia," tambah Siti.
Saat itu, anak-anak sekolah dasar dan orang tuanya lah yang menjadi target. Selain pergelaran peragaan busana, kuis-kuis yang pertanyaanya seputar empat pilar pun dilakukan.
"Selain fashion show, kami juga buat kuis, seputar butir Pancasila, barulah masuk ke penjelasan, kami pakai materi yang sangat ringanlah. Pengetahuan soal Islam pun diberikan," jelas Siti.
"Intinya adalah ingin membangun akhlak anak-anak ini. Selain puisi juga ada penanaman mereka, nilai-nilai. Agama, juga, negara juga. Saya ingin keduanya."
Siti berkisah, penyelenggaraan peragaan busana sebelumnya juga pernah ia lakukan di kalangan siswi pesantren di Jombang, Jawa Timur, namun belum memasukkkan unsur empat pilar.
Sekalipun sempat khawatir, acara akan mendapat tentangan dari pihak pesantren, ia mengaku lega, nyatanya ide ini justru disambut antusias.
"Dengan kemasan berbeda malah tertarik," kata Siti.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016