Pengurus Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, Ridha Salamah, seusai diskusi mengenai Gafatar di Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, DIY, Minggu, menyatakan, sebelum mengeluarkan fatwa MUI masih menggelar berbagai diskusi sebagai bagian dari proses penelitian serta penghimpunan data otentik mengenai Gafatar.
Selain di Yogyakarta, fora diskusi serupa juga dilakukan di Palembang dan Aceh.
Menurut dia, fatwa mengenai sesat atau tidak sesatnya suatu organisasi secara resmi akan dikeluarkan Komisi Fatwa MUI Pusat. Untuk mengeluarkan fatwa, dibutuhkan pengkajian yang matang melalui bukti otentik serta data yang akurat.
"MUI memang sedang meningkatkan semua landasan fatwa agar diiringi dengan proses penelitian dan metodologi yang absah sehingga di kemudian hari tidak tergugat oleh banyak pihak baik akademisi, praktisi maupun ahli-ahli agama," kata dia.
Meski dugaan kesesatan Gafatar diakui sudah ada, namun menurut Ridha, MUI masih membutuhkan bukti-bukti lanjutan yang meyakinkan bahwa organisasi itu merupakan metamorfosis dari Al-Qiyadah al-Islamiyah di bawah pimpinan Ahmad Musadeq yang sudah dinyatakan sesat oleh MUI pada 2007.
"Kesaksian salah satu pengurus yang mengatakan benar Ahmad Musadek di belakang mereka memang ada saksinya. Tapi kami menunggu saksi-saksi lainnya yang siap mengatakan secara yakin," kata Ridha.
Seperti halnya Al-Qiyadah al-Islamiyah, Gafatar dapat dikatakan sesat apabila terbukti secara ideologi ingin menyatukan ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi, serta ingin mengubah sejumlah ketentuan ajaran Islam.
"Jika mereka mengatakan mereka bukan bagian dari Islam, maka tidak ada masalah," kata dia.
Sementara itu, ia mengatakan, fakta hilangnya sejumlah warga di berbagai daerah karena diduga mengikuti kegiatan Gafatar tidak dapat dijadikan landasan kesesatan organisasi itu.
Menurut dia, fatwa mengenai sesat atau tidak sesatnya suatu organisasi secara resmi akan dikeluarkan Komisi Fatwa MUI Pusat. Untuk mengeluarkan fatwa, dibutuhkan pengkajian yang matang melalui bukti otentik serta data yang akurat.
"MUI memang sedang meningkatkan semua landasan fatwa agar diiringi dengan proses penelitian dan metodologi yang absah sehingga di kemudian hari tidak tergugat oleh banyak pihak baik akademisi, praktisi maupun ahli-ahli agama," kata dia.
Meski dugaan kesesatan Gafatar diakui sudah ada, namun menurut Ridha, MUI masih membutuhkan bukti-bukti lanjutan yang meyakinkan bahwa organisasi itu merupakan metamorfosis dari Al-Qiyadah al-Islamiyah di bawah pimpinan Ahmad Musadeq yang sudah dinyatakan sesat oleh MUI pada 2007.
"Kesaksian salah satu pengurus yang mengatakan benar Ahmad Musadek di belakang mereka memang ada saksinya. Tapi kami menunggu saksi-saksi lainnya yang siap mengatakan secara yakin," kata Ridha.
Seperti halnya Al-Qiyadah al-Islamiyah, Gafatar dapat dikatakan sesat apabila terbukti secara ideologi ingin menyatukan ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi, serta ingin mengubah sejumlah ketentuan ajaran Islam.
"Jika mereka mengatakan mereka bukan bagian dari Islam, maka tidak ada masalah," kata dia.
Sementara itu, ia mengatakan, fakta hilangnya sejumlah warga di berbagai daerah karena diduga mengikuti kegiatan Gafatar tidak dapat dijadikan landasan kesesatan organisasi itu.
Apalagi belakangan, terbukti bahwa sejumlah warga yang eksodus ke basis-basis Gafatar secara sadar. "Itu tidak bisa dikatakan kesesatan, penculikan, bukan juga pidana," katanya.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016