Sejak 15 menit lalu kedua tangan Uwid tak henti mengocok kuning telur dalam gelas menggunakan alat berbentuk pegas dengan ujung kayu, begitu cekatan dan lihainya.
Ia sedang menyiapkan pesanan para pengunjung kedai yang semakin malam kian ramai. Menggunakan kedua tangan, Uwid mengocok kuning telur dalam enam gelas yang diletakkan di tatakan khusus secara bersamaan.
"Teh talua sagaleh mak etek (teh telur satu gelas mak etek)," ucap seorang pengunjung yang baru masuk ke kedai memesan minuman.
Bagi kaum pria di Ranah Minang teh telur atau lebih populer disebut teh talua bukan minuman yang asing malah merupakan salah satu hidangan favorit ketika singgah ke kedai.
Jika dari Italia dikenal minuman capuccino maka Ranah Minang punya teh telur sajian khas yang tak kalah nikmat dan memiliki banyak khasiat.
Setelah 15 menit terus mengocok, campuran kuning telur dan gula mulai menyatu membentuk adonan kental berwarna putih kecoklatan.
Dalam membuat minuman istimewa tersebut Uwid bahkan menghitung jumlah kocokan hingga 300 kali agar tingkat kekentalan campuran kuning telur dan gula menyatu sempurna hingga membentuk krim berbuih.
"Harus dikocok sampai 300 kali atau selama 15 menit agar kental, semakin lama dikocok, semakin kental, akan lebih enak," ucapnya
Benar saja, adonan yang telah menyatu itu ketika gelas dibalik tidak tumpah karena saking kentalnya hanya melekat pada dinding gelas.
Sebagaimana namanya, teh talua dibuat dari kuning telur ayam dicampur gula pasir yang dikocok hingga kental dan menyatu.
Ada sebagian orang yang mengocoknya menggunakan mesin mixer, namun Uwid memilih menggunakan alat kocokan sederhana berbentuk pegas dari besi dengan ujung kayu.
Kalau pakai mixer sekali buat hanya satu gelas, pakai kocokan sekali buat bisa enam gelas dengan enam kocokan dalam enam gelas pakai dua tangan, ujarnya.
Setelah selesai mengocok Uwid mulai mengambil bubuk teh dan memasukkan ke dalam gelas besar. Ia kemudian menyiram bubuk teh dengan air mendidih.
Menunggu sekitar 30 detik ia menuangkan teh kental mendidih menggunakan saringan ke dalam gelas berisi adonan yang telah dikocok tadi.
Tak lupa ia menambahkan dua sendok makan susu kental manis putih untuk menambah cita rasa. Teh talua siap dihidangkan.
Menariknya teh talua yang dibuatnya terdiri atas empat lenggek atau empat lapis. Pada bagian dasar gelas berwarna putih yang merupakan susu kental manis, tingkat ke dua teh kental berwarna coklat tua, tingkat ke tiga teh kental berwarna coklat muda dan paling atas busa berwarna putih.
Hanya sedikit orang yang mampu meracik teh talua menjadi empat tingkat karena lazimnya hanya tiga tingkat.
Bagi yang belum pernah mencoba mungkin akan beranggapan minuman ini amis. Namun, begitu mencoba, perpaduan rasa teh kental dicampur telur akan menciptakan sensasi seperti minuman coklat kelas satu.
Dapat dipastikan kekhawatiran akan rasa amis itu sirna begitu mencoba tegukan pertama.
Teh telur terasa nikmat diminum saat ketika panas. Pada bagian atas yang merupakan busa putih terasa kesat, manis dan berbuih , di tengah akan terasa sensasi teh kental. Pada bagian bawah terdapat endapan sisa gula yang juga menyisakan rasa manis.
Telur yang digunakan pun variatif bisa telur ayam kampung, ayam negeri hingga telur bebek.
Mau mencoba ?, silahkan saja singgah ke kedai Mak Etek yang berlokasi di Jalan Raya Padang -Indarung tepatnya di Cengkeh.
Warung itu setiap hari menyajikan hingga 300 gelas teh talua, saat akhir pekan bisa lebih banyak. Teh talua akan dihidangkan dengan gelas dengan tatakan piring kecil.
Salah seorang pelanggan, Joni sengaja datang dari Koto Marapak atau sekitar 10 kilometer dari rumahnya untuk mencicipi teh talua ampek lenggek.
"Rasanya beda dibandingkan tempat lain, tidak terlalu manis dan tidak pahit, pas di lidah," katanya.
Harga teh talua pun terbilang murah dan terjangkau. Dengan merogoh kocek Rp9.000 seseorang sudah dapat menikmati minuman itu.
Dengan rasa yang nikmat, harga yang tak membuat kantong bolong serta khasiat yang menjulang, amat memungkinkan dalam beberapa waktu ke depan minuman ini kian populer dan mendunia sebagai mana capuccino dari Italia.
Oleh Ikhwan Wahyudi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016