Presiden Benigno Aquino mengatakan kepada wartawan bahwa petugas intelijen Filipina akan meminta rekan Timur Tengah mereka mengawasi kemungkinan radikalisasi dalam masyarakat Filipina di wilayah itu, yang berjumlah hingga dua juta orang.
Aquino mengatakan tidak ada ancaman dari serangan kelompok bersenjata ISIS di Filipina pada serangan Kamis pagi di ibu kota Indonesia itu, yang menewaskan dua warga dan lima pelaku serangan, namun memperingatkan akan "ancaman umum".
"Kita harus berhati-hati. Kita akan berkoordinasi dengan badan intelijen (Timur Tengah) untuk memantau masyarakat itu untuk melihat apakah mereka dipengaruhi ISIS," katanya, dengan menggunakan singkatan lain dari kelompok itu.
"Kita tidak bisa seperti seekor burung unta, yang menyembunyikan kepalanya di dalam tanah untuk menghindari masalah," katanya.
"Apakah ada ancaman terpercaya? Apakah ada ancaman spesifik? Tidak ada. Apakah ada ancaman umum? Ya, ada. Kita tidak kebal dari masalah ekstrimisme," katanya.
Secara khusus, dia mengatakan seorang Filipina-Lebanon dan seorang Filipina-Saudi, keduanya tinggal di luar negeri, telah berusaha untuk bergabung dengan kelompok ISIS.
Pada bulan ini, kelompok keras Abu Sayyaf, yang berbasis di Filipina, menyiarkan video berjanji setia kepada ISIS.
Aquino, bagaimanapun, meremehkan klaim kelompok itu dan mengatakan mereka muncul di balik ketenaran ISIS. Kelompok ini sebelumnya telah dikaitkan dengan saingan ISIS, Al-Qaeda, katanya.
Kelompok Abu Sayyaf, yang beranggotakan beberapa ratus pejuang yang terkenal dengan menculik orang asing untuk tebusan, juga bertanggung jawab untuk serangan teror terburuk di Filipina. Pada 2004, kelompok itu membom seorang penumpang kapal feri yang meninggalkan Teluk Manila sehingga menewaskan lebih dari 100 orang, demikian Reuters.
(M052)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016