Paris (ANTARA News) - Tim investigasi Prancis memastikan bahwa warga blasteran Belgia-Maroko Chakib Akrouh, yang meledakkan dirinya saat tertangkap polisi pada 18 November 2015, merupakan anggota ketiga dari tiga serangkai pembunuh puluhan pengunjung kafe dalam serangan teroris di Paris.
Konfirmasi dari pejabat kehakiman Prancis itu disampaikan dua bulan setelah kelompok garis keras ISIS mengklaim melakukan serangan 13 November. Sembilan orang, yang terbagi dalam tiga kelompok, menyerang stadion olahraga, sejumlah kafe serta sebuah gedung pertunjukan. Aksi-aksi mereka itu menewaskan 130 orang.
Pejabat kehakiman yang tidak bersedia menyebutkan namanya itu mengatakan bahwa Akrouh, 25 tahun, orang ketiga anggota tim yang menembaki kafe-kafe dan restoran itu teridentifikasi pada Kamis melalui uji DNA. Uji DNA dilakukan terhadap sampel bagian anggota tubuhnya yang didapat dari apartemen tempat dia melakukan bunuh diri saat hendak ditangkap polisi.
Dalam pengepungan di St Denis di pinggiran utara kota Paris, polisi membunuh dua pelaku lainnya. Salah satu dari keduanya, yaitu warga blasteran Belgia-Maroko bernama Abdelhamid Abaaoud, diduga merupakan pemimpin komplotan penyerangan. Satu lainnya adalah sepupu perempuan Abaaoud bernama Hasna Aitboulahcen.
Serangan dengan korban paling banyak pada 13 November itu terjadi di tempat pertunjukan musik rok Bataclan. Di lokasi itu, tiga pelaku tewas setelah membunuh 90 orang penonton konser tersebut.
Selain menyerang Bataclan dan kafe, orang ketiga pelaku pengeboman diri itu meledakkan dirinya di luar stadion olahraga Stade de France di Paris utara. Identitas dua orang lainnya masih belum jelas.
Surat perintah penangkapan juga dikeluarkan untuk Salah Abdeslam yang mengunjungi Paris dari Belgia bersama beberapa orang penyerang yang tewas. Abdeslam kemungkinan sebelumnya direncanakan meledakkan diri dalam serangan lain namun ia akhirnya melarikan diri ke Belgia dan menghilang.
Sebanyak 50 dari sekitar 400 orang korban luka dalam serangan terburuk di Prancis sejak Perang Dunia II itu masih berada di rumah sakit, sebagian di antaranya masih berada di ruang "Intensive Care Units", demikian kata Menteri Kesehatan Marisol Touraine pada pekan lalu.
Presiden Prancis Francois Hollande menyatakan kondisi darurat di seluruh negeri tersebut dan mengatakan wilayah perbatasan sudah ditutup setelah serangan berlangsung.
Pihaknya juga mengerahkan militer untuk memperkuat polisi guna memastikan tidak ada serangan lebih lanjut.
Namun, serangan yang lain terjadi di restoran Kamboja bernama Petit Cambodge, tak jauh dari Bataclan.
Jaksa antiterorisme mulai melakukan penyelidikan awal, demikian dilansir Reuters.
(UU.M038)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016