Jakarta (ANTARA News) - "Sudah habis mbak sate-nya," kata Jamal, pedagang sate yang cukup ramai diperbincangkan pascaserangan teror yang terjadi di sekitar pusat perbelanjaan Sarinah, Jl. M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1).
Sebanyak 250 buah tusuk sate ayam dan kambing yang ia bawa sejak pagi pukul 07.30, habis sudah. Reporter ANTARA News dan seorang lain yang bermaksud membeli satenya terpaksa harus menelan ludah.
"Biasanya jam segini masih ada. Tapi dua hari ini, sate-nya cepat habis," kata Jamal. Padahal jam baru menunjukkan pukul 15:15 WIB, pada Jumat (15/1), namun Jamal sudah hampir mengemas segalanya, termasuk alat panggangan sate, kursi-kursi plastik yang ia pinjam dari pedagang lainnya serta piring-piring.
Bapak berusia 65 tahun itu bersiap kembali ke rumah kontrakannya di kawasan Jatibunder, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Ketika ditanya soal pendapatannya, sembari malu-malu, Jamal mengaku mengantongi pendapatan melebihi Rp700 ribu dalam dua hari ini. Padahal biasanya, ia hanya mendapatkan Rp100 ribu - Rp300 ribu saja per harinya. Pernah juga, hanya Rp70 ribu saja.
"Rp70 ribu sehari pernah dapet. Kadang-kadang Rp100 ribu, tapi kalau ramai bisa Rp300 ribu. Dua hari ini, Alhamdulillah, Rp 700 ribu lebih," kata dia.
Jamal paham kini dirinya ramai diperbincangkan banyak orang. Sejak pukul 8.00 tadi, sudah belasan pemburu berita yang mengajaknya berbicang. Bahkan, hingga pukul 15.15 pun masih ada pihak stasiun televisi yang ingin menghadirkannya dalam siaran live.
Sebenarnya, saat ledakan dan tembakan menderu, dirinya hanya berjarak sekitar 100 meter. Ia mengaku tengah asik membakar sate. "Sempet dengar ada suara seperti ledakan, tetapi saya awalnya enggak tahu itu bom. Waktu itu saya lagi bakar sate," tutur dia.
Menurut dia, sekalipun akhirnya menyadari suara itu berasal dari ledakan bom, ia yakin akan baik-baik saja, karena lokasi keberadaanya relatif jauh. Bagi sebagian orang, keputusan Jamal tak bergeming dari posisinya, merupakan simbol keberanian dan keyakinan kalau aksi teror tak serta berhasil menciptakan ketakutan.
"Orang-orang lari-lari. Pedagang di sini langsung tutup toko. Namanya orang dagang, lokasinya juga jauh. Kalau 20 meter sih saya ya enggak berani (tetap jualan). Saya yakin tidak akan sampai sini (jangkauan ledakannya)," kata Jamal.
Mungkin satu-satunya pihak yang pernah membuatnya bergeming adalah pihak keamanan. Ia masih ingat betul, pernah mendapat pengusiran hingga dua kali. "Saya pernah dibawa Satpol PP ke Cakung, dua kali. Saya harus tebus gerobak saya, Rp125 ribu," kata dia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016