Jakarta, 23 Februari 2007 (ANTARA) - Pencanangan restorasi kawasan konservasi di Propinsi Jawa barat dan Banten pada hari Selasa tanggal 27 Februari 2007 dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ir. Arman Malolongan di koridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Pencanangan tersebut sekaligus menandai dimulainya zona khusus. Koridor tersebut secara administrasi kewilayahan berada di desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi. Pencanangan tersebut dimulai dengan penanaman aren (Arenga pinnata) seluas 22,5 hektar sepanjang kawasan 7,5 hektar tanaman penghidupan; durian, mangga, rambutan di luar batas kawasan dan penanaman hutan rakyat 20 hektar di luar kawasan. Penanaman tersebut merupakan rangkaian kegiatan Model Kampung Konservasi yang didampingi oleh konsorsium yang terdiri dari; TNGHS, GHSNPMP-JICA, Chevron, PT. PLN, Pemerintah Kabupaten Sukabumi, PEKA, dan Absolut. Koridor Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) merupakan hulu beberapa sungai penting yang mengalir di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sungai Cihamerang merupakan hulu sungai Cisadane yang mengalir ke Jakarta memberikan kontribusi terhadap banjir di Jakarta. Salah satu faktor penyebab rusaknya koridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah okupasi lahan garapan dan penebangan liar yang mengakibatkan lahan semak belukar mendominasi kawasan koridor, sebesar 35,29% dari luas koridor 4.206,18 Ha. Garapan terjadi karena dulunya oleh Perum Perhutani dilaksanakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di hutan produksi / lindung. Restorasi di koridor kawasan konservasi perlu mempertimbangkan aspek ekologis dan pengaturan akses kepada masyarakat. Departemen Kehutanan mendisain zona khusus di dalam TNGHS yang memungkinkan akses kepada masyarakat diberikan melalui penanaman jenis asli sekaligus bermanfaat bagi masyarakat dan tanaman obat/palawija di tanaman selanya. Dengan pemberian akses kepada masyarakat, maka alternatif pendapatan untuk jangka pendek yang diperoleh dari tumpangsari dan jangka panjang dari hasil hutan non kayu (aren) dan tanaman penghidupan yang ditanam sepanjang perbatasan dapat memberikan manfaat ganda yaitu, restorasi dean peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam jangka 5-7 tahun, masyarakat berpotensi meningkatkan penghasilan dari tumpangsari Rp. 300.000 per bulan atau Rp. 3.600.000 per tahun dan penghasilan dari gula aren Rp. 400.000 per bulan atau Rp. 4.800.000 per tahun, dari buah-buahan sebesar Rp.400.000 per tahun, sehingga total penghasilan Rp. 8.800.000 per tahun atau sebesar US$ 1.000 per tahun, melebihi pendapatan perkapita penduduk Indonesia US$ 640 per tahun. Kawasan hutan di koridor Halimun Salak mengalami degradasi signifikan dalam 11 tahun terakhir. Lebar koridor tahun 1990 1,4 km, kini yang tersisa hanya 0.7 km sedangkan panjangnya 7,5 km. Degradasi ini mengakibatkan konektivitas ekosistem terganggu. Owa Jawa (Hylobates moloch) memerlukan pohon-pohon sebagai media pergerakan dan sumber pakan seperti jenis; saninten (Castanopsis argentea), pasang (Quercus sp) dan Ficus sp. Selain macan tutul (Panthera pardu) yang menjadi satwa mascot Jawa Barat pun terancam, elang Jawa (Spizaetus bartelsi), salah satu satwa terancam punah dalam Appendix II CITES pun mengalami hal serupa. Saat ini koridor sudah tidak mampu menyediakan pohon-pohon tempatnya bersarang. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Ir. Masyhud, MM, Kepala Bidang Analisis dan Penyajian Informasi, mewakili Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan, Telp: (021) 570-5099, Fax: (021) 573-8732
Copyright © ANTARA 2007