Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia (RI) tetap berpendapat bahwa apapun keputusan yang dibuat, penyelesaian kasus nuklir Iran harus tetap memprioritaskan upaya damai melalui diplomasi dan negosiasi. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Jurubicara Departemen Luar Negeri (Deplu) RI Desra Percaya di Jakarta, Jumat, menanggapi sikap Iran yang tidak mengindahkan tenggat waktu yang ditetapkan Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan pengayaan uraniumnya. "Apapun penyelesaiannya tentu saja harus melalui diplomasi dan negosiasi," katanya. Lebih lanjut jubir Deplu RI mengatakan bahwa pada prinsipnya RI mendukung setiap negara, tidak hanya Iran, untuk memperoleh manfaat dari pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai, sesuai dengan artikel 4 NPT (Non Proliferasi Treaty). "Itu satu hal yang prinsip," tegasnya. Namun, lanjut dia, jika ada suatu negara tertentu yang mengembangkan nuklir untuk tujuan militer bukan untuk tujuan damai maka RI akan menjadi negara pertama yang mengecam tindakan negara tersebut. Saat ditanya apakah Indonesia percaya jika program nuklir Iran untuk tujuan damai, Desra mengatakan keputusan atau penilaian seperti itu bukanlah menjadi hak suatu negara atau individu. "Ada suatu mekanisme yang dilakukan oleh IAEA --Badan Energi Atom Internasional--merekalah yang berhak memutuskan apakah aktivitas nuklir suatu negara untuk tujuan damai atau militer, bukan suatu negara atau individu tertentu," katanya. Desra tidak menampik bahwa dalam kaitan dengan itu ada suatu ketidakpercayaan dari pihak Barat dan bagaimana upaya untuk memulihkan hubungan diplomatik Iran-AS. Oleh karena itu, kata Desra, sebagai teman Iran, Indonesia menyerukan agar Iran menunjukkan kerjasamanya kembali dengan IAEA karena IAEA adalah organisasi yang berwenang untuk menilai program nuklir suatu negara. Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri AS Nicholas Burns mengatakan bahwa lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jerman akan bertemu di London Senin mendatang (26/2) untuk memulai menyusun resolusi sanksi kedua mengenai Iran. IAEA, pengawas nuklir PBB, sebelumnya mengatakan Iran telah gagal memenuhi batas waktu 21 Februari untuk menangguhkan pengayaan uranium, yang membuka Teheran pada kemungkinan sanksi baru karena kekhawatiran bahwa negara itu berusaha untuk membuat bom atom. Dewan Keamanan PBB telah menerapkan sanksi kepada Iran dalam resolusi 23 Desember yang melarang pengalihan teknologi dan kecakapan teknik atom pada Iran. Resolusi itu disahkan dewan untuk melakukan langkah lebih lanjut jika Iran mencemoohkan batas waktu tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007