Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan dalam kasus penunjukan langsung perusahaan bagi pengadaan alat sistem sidik jari di Departemen Hukum dan HAM serta pengadaan alat penyadap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari segi prosedural, semuanya benar dan sah sesuai dengan Keppres no 80 tahun 2003. "Jadi saya ingin katakan, KPK benar, Yusril juga benar dari sisi prosedural. Namun dari sisi harga (misalnya ada mark up atau penggelembungan harga, red) lain lagi, itu tanggung jawab pelaksana," kata Wapres Jusuf Kalla saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai "kasus perseteruan" antara Mensesneg Yusril Ihza Mahendra dan KPK seusai shalat Jjumat di Jakarta. Kalla juga menjelaskan menurut Keppres no 80 tahun 2003, proses pengadaan barang oleh negara bisa dilakukan dengan empat cara. Pertama melalui tender secara terbuka yang harus diumumkan di media massa. Kedua melalui tender terbatas yakni apabila peserta tendernya hanya terdiri tiga perusahaan. Namun, tambahnya untuk hal ini pun tetap dilakukan pengumuman secara terbuka di media masa. Ketiga, melalui pemilihan langsung, yakni jika tak banyak yang bisa mengerjakan dan juga karena singkatnya waktu yang tersedia, maka diundang sedikitnya tiga peserta tender kemudian dilakukan pemilihan langsung. Dan keempat melalui penunjukan langsung, yakni jika dalam keadaan darurat, waktu yang mepet, harga telah ditentukan pemerintah, menyangkut keamanan negara atau kerahasiaan negara. "Untuk penunjukan langsung, maka harus disetujui oleh pejabat tertinggi di kantor tersebut," kata Jusuf Kalla. Dengan demikian, tambahnya, jika di departemen, maka cukup disetujui oleh menteri di departemen bersangkutan, jika di propinsi, maka seorang gubernur bisa menyetujui dilakukannya penunjukan langsung. Untuk kasus penunjukan langsung pengadaan alat penyadap di KPK, tambah Jusuf Kalla, pihak KPK malah lebih tinggi lagi meminta persetujuan presiden dan hal itu juga dibenarkan. "Dalam hal ini, KPK lebih jauh lagi minta izin Presiden, itu bisa saja, tetapi yang berlaku sebenarnya cukup di tingkat kepala lembaga atau menteri. Itu sah," kata Wapres. Namun, tambah Wapres, untuk penunjukan langsung berdasarkan Keppres no 80 tahun 2003 tersebut harus dilakukan pembicaraan soal harga agar tidak merugikan keuangan negara Sedangkan proses untuk dilakukan penunjukan langsung, maka sebelumnya harus ada permintaan dari pemimpin proyek (pimpro) biasanya diisi oleh pejabat eselon III, kepada menterinya. Kemudian, tambah Wapres, menteri bisa memberikan persetujuan untuk dilakukan penunjukan langsung. Kemudian, katanya, jika telah dilakukan penunjukan langsung maka soal perundingan harga dan sebagainya dilakukan pimpro dan disahkan oleh atasannya yakni eselon II. "Jadi (tahap ini) menteri sudah tidak ada keterlibatan lagi. Kalau ada mark up maka hal itu tanggung jawab di eselon II ini," kata Wapres menjelaskan. Meskipun demikian, Wapres juga mempersilakan aparat penyidik jika ingin terus menelusuri adanya dugaan mark up atas kedua kasus tersebut. Menurut Wapres, KPK juga memiliki kewenangan dan sah saja jika melakukan pemeriksaan soal adanya dugaan mark up. Namun Wapres membantah, mencuatnya kedua kasus ini karena adanya dugaan persaingan di dalam kabinet. Menurut Wapres, hal itu hanya masalah pemeriksaan yang ditafsirkan oleh banyak pihak. Sehari sebelumnya Mensesneg Yusril Ihza Mahendra secara tiba-tiba menemui Wapres di kantornya. Menurut Wapres, kedatangan Yusril merupakan hal biasa seorang menteri datang ke kantor Wapres. "Biasa banyak menteri yang datang ke sini. Kita bicarakan banyak hal. Soal RUU dan macam-macamlah," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007