"Kami jauh lebih khawatir tentang prospek untuk negara-negara berkembang di luar Tiongkok, dan terutama negara-negara produsen bahan baku, daripada kesulitan ekonomi raksasa Asia," ekonom terkemuka S&P, Jean-Michel Six, mengatakan dalam sebuah konferensi pers, lapor AFP.
Dia mengatakan penurunan harga minyak yang telah menjadi "berkah" bagi konsumen di negara-negara maju kini berubah menjadi "berita buruk" bagi perekonomian dunia.
Dan dia menyoroti risiko penurunan harga minyak yang sekarang telah merosot mendekati 30 dolar AS per barel untuk "prospek pertumbuhan dan geopolitik di negara-negara berkembang" yang sangat bergantung pada harga komoditas dan terutama minyak.
"Kami berada dalam zona ketidakpastian dan pelemahan menjadi mengkhawatirkan," Six, yang kepala ekonom untuk Eropa, Timur Tengah dan Afrika, mengatakan kepada wartawan.
Brazil adalah sebuah kasus "sangat serius" setelah jatuh ke dalam resesi tahun lalu, pejabat S&P memperingatkan, menunjuk dampak beraneka ragam pada negara itu dari kebijakan moneter AS, Tiongkok, harga komoditas serta kebijakan ekonomi dan pemerintahannya.
Tiongkok, di sisi lain, di mana kekhawatiran tentang ekonominya telah mengguncang pasar global sejak tahun baru, kurang mengkhawatirkan, ia menyatakan.
Dia mengatakan pelambatan dalam sebuah ekonomi dalam pergolakan transisi dari investasi yang dipimpin ekspor ke fokus konsumen domestik adalah baik. "Itu akan menjadi yang diinginkan otoritas Tiongkok untuk mengabaikan target tujuh persen (untuk pertumbuhan)," tambahnya.
(Uu.A026)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016