... kalau bagi saya, jelas itu tidak boleh...Pontianak (ANTARA News) - Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pihak-pihak berkompeten lain, agar tegas menyikapi dan cepat terhadap Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), yang dia nilai aliran yang menyimpang dari ajaran agama.
"Di Pontianak ini ada beberapa aliran termasuk salah satunya Gafatar, bahkan Gafatar pernah mengajukan pendaftaran ke pemerintah Kota Pontianak sebagai organisasi kemasyarakatan namun ditolak dan tidak diberikan rekomendasi untuk pendaftaran itu," kata Sutarmidji, di Pontianak, Rabu.
Ia mendesak, agar MUI segera tentukan sikap, apakah Gafatar ini diperbolehkan atau tidak. "Tapi kalau bagi saya, jelas itu tidak boleh," ujarnya.
Sutarmidji menyatakan, dia akan melarang secara tegas apapun kegiatan yang dilakukan Gafatar meskipun nantinya berubah menjadi organisasi baru apapun itu di Kota Pontianak.
Ia menghimbau kepada masyarakat Kota Pontianak untuk tetap berpegang pada UU Nomor 5/1969 yang menyatakan agama yang diakui di Indonesia hanya enam.
"Selebihnya, bila ada yang mengakui adanya suatu agama, silakan daftar dulu ke pemerintah pusat dan UU itu diubah supaya diakui sebagai agama di Indonesia, baru mereka bisa menyebarkan agamanya," ujarnya.
Ia menilai, sekarang ini ada organisasi-organisasi yang mempunyai misi menyusupkan ajaran-ajaran agama yang menyimpang.
Ia menilai, sekarang ini ada organisasi-organisasi yang mempunyai misi menyusupkan ajaran-ajaran agama yang menyimpang.
Untuk menyamarkannya, organisasi atau aliran itu tidak lagi terbungkus dengan penamaan yang identik dengan agama tertentu, melainkan berbalut dalam bentuk ormas, sepert yang dilakukan Gafatar tersebut.
"Ini menunjukkan polanya tidak lagi berbalut nama-nama identik dengan suatu agama, misalnya agama Islam, sebab dipastikan gerak-geriknya akan ketahuan. Ini sebenarnya pembodohan kepada masyarakat, bukan merupakan suatu kemajuan," ungkap Sutarmidji.
Dalam kesempatan itu, dia menyayangkan masih ada segelintir masyarakat yang bisa dibodohi dengan aliran-aliran sesat itu, bahkan tidak sedikit pengikut dari ajaran sesat itu dari kalangan yang berpendidikan tinggi.
"Ini menunjukkan polanya tidak lagi berbalut nama-nama identik dengan suatu agama, misalnya agama Islam, sebab dipastikan gerak-geriknya akan ketahuan. Ini sebenarnya pembodohan kepada masyarakat, bukan merupakan suatu kemajuan," ungkap Sutarmidji.
Dalam kesempatan itu, dia menyayangkan masih ada segelintir masyarakat yang bisa dibodohi dengan aliran-aliran sesat itu, bahkan tidak sedikit pengikut dari ajaran sesat itu dari kalangan yang berpendidikan tinggi.
Padahal, jika seorang pemeluk agama Islam ingin masuk surga, laksanakan saja shalat lima waktu dan perintah-perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya.
Namun bila ada aliran yang mengajarkan tidak perlu shalat, berarti dia bukan Islam. Misalnya ada organisasi yang mengajarkan pengikutnya tidak perlu shalat, berarti jelas bukan Islam. "Bagaimana dia bisa mengaku sebagai pemeluk agama Islam, tetapi tidak perlu melaksanakan shalat," katanya.
Namun bila ada aliran yang mengajarkan tidak perlu shalat, berarti dia bukan Islam. Misalnya ada organisasi yang mengajarkan pengikutnya tidak perlu shalat, berarti jelas bukan Islam. "Bagaimana dia bisa mengaku sebagai pemeluk agama Islam, tetapi tidak perlu melaksanakan shalat," katanya.
Pewarta: Andilala
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016