London (ANTARA News) - Perubahan iklim menjadi sorotan banyak pihak di seluruh dunia karena dampaknya mempengaruhi keberlangsungan hidup banyak orang dan tidak terkecuali di Indonesia.
Hal itu terungkap dalam diskusi terbuka bersama Wakil Kepala Perwakilan RI di KBRI Berlin, Dr. Siswo Pramono, yang berlangsung di Ruang Serbaguna KJRI Hamburg, demikian Pensosbud KJRI Hamburg Indri Rasad kepada Antara London, Rabu.
Dikatakannya diskusi diikuti Ketua DIG Hamburg, kalangan akademisi dari Universitas Hamburg, PPI Hamburg dan berbagai kalangan masyarakat dan diaspora di Hamburg.
Konjen RI Hamburg menyampaikan Indonesia sebagai negara terbesar di wilayah Asia Tenggara secara langsung menjadi salah satu negara yang harus siap dalam menghadapi berbagai tantangan yang timbul dari efek pergeseran musim dan kekeringan yang berkepanjangan.
Dalam paparannya Dr Siswo Pramono menyampaikan perubahan iklim telah menimbulkan peningkatan frekuensi fenomoena kekeringan yang dikenal dengan nama El Nino.
Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat tinggi exposure terhadap resiko kekeringan panjang tersebut dan tentunya akan berdampak terhadap kapasitas perekonomian Indonesia secara umum.
Hal ini karena mayoritas komoditas ekspor Indonesia ke mitra dagang utamanya adalah komoditas hasil alam yang sangat tergantung dengan kondisi cuaca dan iklim. Dalam data yang dipaparkan, dampak El Nino sepanjang periode Juni-Oktober tahun 2015 telah menimbulkan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai tidak kurang dari Rp.221 triliun.
Meski demikian, jika dilihat dari data hotspot (titik panas) pencitraan satelit, dampak buruk El Nino berupa kebakaran hutan dan kekeringan pada tahun 2015 masih dibawah kondisi terburuk di tahun 2006 yang lalu, dimana titik panas di Pulau Kalimantan mencapai lebih dari 40.000 titik.
Sementara pada tahun 2015 di pulau yang sama, angka hotspots tidak lebih dari 5.000 titik. Resiko penanganan dampak perubahan iklim yang salah memberikan dampak yang lebih luas dan tidak terbatas pada dimensi ekonomi Indonesia.
Berbagai langkah konkrit penanganan dampak kekeringan dan kebakaran hutan diambil Pemerintah Indonesia, diantaranya dengan pemberian sanksi kepada perusahaan pelaku pembakaran hutan, baik sanksi pengadilan maupun pencabutan izin usaha.
Presiden menginstruksi memberlakukan moratorium pemberian izin pengelolaan lahan gambut, peninjauan dan evaluasi izin pengolahan lahan gambut yang masih ada hingga pelaksanaan tahapan rehabilitasi lahan gambut melalui pengairan (hydrology restoration).
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016