Jakarta (ANTARA News) - Hal yang ingin disasar dan menjadi salah satu fokus penting di bidang pertahanan pada 2016 ini adalah pengamanan di wilayah perbatasan negara. Indonesia berbatasan laut, udara, dan darat dengan 10 negara.


Sebutlah Pulau Kalimantan, dengan Malaysia, NTT dengan negara Timor Timur, Pulau Papua dengan Papua Niuw Gini, dan Kepulauan Natuna dengan beberapa negara. Belum lagi Selat Singapura dan Selat Philips dengan Singapura, Pulau Rote dengan perairan Australia, dan lain-lain.


"Itu merupakan salah satu sasaran kebijakan pertahanan negara 2016," kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, saat Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan 2016, di Kantor Kementerian Pertahnan, Jakarta, Selasa.

Ryacudu memimpin rapat itu, yang juga dihadiri semua petinggi di Kementerian Pertahanan, di antaranya Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan, Marsekal Muda TNI M Syaugi. Juga hadir Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Mulyono, Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi, dan Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Agus Supritna.


Akan tetapi, kali ini rapat pimpinan Kementerian Pertahanan digelar secara cukup berbeda ketimbang "tradisi" selama ini, yaitu didahului Rapat Pimpinan TNI, yang diikuti rapat pimpinan ketiga matra TNI.

Menurut Ryacudu, fokus lain juga menyentuh kebijakan luar negeri Indonesia, di antaranya peningkatan pengiriman pasukan misi pemeliharaan perdamaian PBB, selain pemberdayaan industri nasional penunjang industri pertahanan dalam negeri.

"Terselenggaranya pembinaan industri pertahanan secara terintegrasi dalam pemenuhan MEF melalui pengembangan jet tempur KF-X/lF-X. Penandatangan MoU tahap kedua sudah dilakukan dengan Korea Selatan," kata dia.

Korea Selatan tampaknya akan menjadi mitra Indonesia di bidang pertahanan fisik yang bersifat strategis, yaitu lewat pembangunan dan pengembangan kapal selam kelas Changbo-go, yang asal-muasalnya produksi di bawah lisensi dari Tipe U-209 dari Jerman. Indonesia punya dua unit kapal selam di kelas ini, yaitu KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402.


Hal penting lain adalah tentang sistem pembinaan Kesadaran Bela Negara melalui kerja sama antara Kementerian Pertahanan dan K/L serta TNI.

Dalam Kebijakan Pertahanan Negara 2016, kata dia, arah dari kebijakan tersebut antara Iain pemanfaatan teknologi satelit dan sistem drone untuk mendukung kebijakan poros maritim dunia dan melanjutkan pembangunan Postur Pertahanan Militer yang diarahkan pada perwujudan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) TNI.


Juga untuk meningkatkan pengamanan dan pemberdayaan wilayah perbatasan; mewujudkan industri pertahanan yang kuat, mandiri dan berdaya saing serta mendukung pembangunan karakter bangsa melalui pembinaan kesadaran dan kemampuan bela negara.

Seiring dengan perkembangan lingkungan strategis, kata dia, suatu sistem pertahanan negara harus dilakukan secara terus menerus, serta disesuaikan dengan dinamika internal maupun eksternal yang berpengaruh pada hakekat ancaman.


Sementara, hasil pembangunan pada tahun sebelumnya dijadikan pijakan untuk tahap pembangunan tahun berikutnya.

Pembangunan pertahanan negara selain disiapkan untuk menghadapi ancaman miiiter juga dipersiapkan untuk menghadapi ancaman nonmiliter.

"Ancaman nonmiliter tersebut bersifat multidimensi, maka pelibatan rakyat yang mempunyai cinta Tanah Air dan semangat kebangsaan yang tinggi merupakan suatu keharusan. Implementasi cinta tanah air dan semangat kebangsaan tersebut, dilaksanakan melalui pembangunan kesadaran beia negara," kata Ryacudu.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016