Jakarta (ANTARA News) - Yusril Ihza Mahendra menilai prosedur yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proyek pengadaan alat penyadap, dan metode yang dia gunakan dalam pengadaan alat Automatic Fingerprints Identification System di Departemen Hukum dan HAM, sama benarnya. "Saya pikir itu masalah berkembang terus. Saya tidak menyalahkan KPK seperti dikatakan oleh Sudi Silalahi. KPK menjalankan Kepres 80/2006 dalam pengadaan alat penyadapan itu betul, tidak menyalahi prosedur. Saya pun berpendapat bahwa yang saya lakukan di Departemen Kehakiman dengan prosedur yang sama, tidak ada salahnya," kata Mensesneg Yusril di Jakarta, Kamis, usai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima PM Malaysia Dato` Seri Abdullah Badawi. Menurut Yusril, kelanjutan pelaksanaan pengadaan peralatan di Departemen Hukum dan HAM itu dilakukan setelah dia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Kehakiman. "Setelah saya memberikan keputusan untuk penunjukan langsung itu, pelaksanaannya dilakukan setelah saya tidak jadi menteri. Siapa yang mereka tunjuk, berapa harganya dan bagaimana pembayarannya saya sudah tidak tahu lagi," jelasnya. Disebutkan, prosedur yang dilakukan oleh KPK juga sudah betul, namun belum dilakukan penelitian bahwa pembelian alat penyadap itu mencapai Rp34 miliar. "Roy Suryo kan mengatakan harga itu terlalu mahal, karena menurutnya harga sebenarnya untuk alat penyadap hanya Rp8-10 miliar," katanya. Pada kesempatan itu Yusril juga mengatakan sebelumnya BPK sudah melakukan pemeriksaan dan menyatakan bahwa penunjukan langsung yang dilakukan oleh KPK itu tidak ada yang salah. "Waktu BPK mengaudit Departemen Kehakiman dikatakan salah, tapi metode penuinjukan langsung di KPK benar. Diverifikasi dong, harganya mahal atau tidak," katanya seraya menyarankan BPKP --Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan-- melakukan audit lagi. Sementara itu pengamat hukum Saldi Isra mengatakan KPK harus segera mengumpulkan unsur jaksa, polisi, dan instansi terkait untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman yang sama soal penunjukan langsung terkait kasus yang menimpa Mensesneg. Saldi menjelaskan, upaya yang dilakukan KPK itu adalah sesuai dengan kewenangan koordinasi KPK, sesuai dengan UU KPK yakni dari lima tugas KPK salah satunya adalah melakukan koordinasi dan supervisi. Saldi menilai tindakan Yusril adalah sebagai salah satu upaya mengurangi kewibawaan Presiden. Hal itu terlihat saat Yusril diperiksa melakukan perlawanan meskipun hal itu dibantah. "Presiden dari awal kampanye menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebagai agenda primadona. Tetapi ketika Yusril diperiksa, pesannya jelas. Yusril hendak mengatakan kepada orang banyak, ayo kita lawan KPK yang memberantas korupsi," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007