Makassar (ANTARA News) - Warga negara sipil diwajibkan mengikuti pendidikan militer untuk memperkuat Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagaimana tertuang dalam pembahasan RUU Komponen Cadangan. Dirjen Potensi Pertahanan dan Keamanan (Pothan), Budi Susilo Soepandji seusai menghadiri Rapim TNI se Sulawesi di Makassar, Kamis, mengatakan, keikutsertaan warga negara dalam bela negara dapat dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar militer, wajib militer, sukarela serta melalui profesi pengabdiannya. Dalam naskah akademik, pembahasan ini berlaku dalam RUU Komponen Cadangan dimana mengatur tentang ketentuan wajib militer (wamil) bagi warga negara sipil dan dipandang penting karena urgensinya lebih besar dan sudah diamanatkan oleh Tap MPR No VII/2000 tentang peran TNI dan Polri. Warga negara sipil yang terikat dalam ketentuan wajib militer ini, lanjut Budi, nantinya akan turut memperkuat kesatuan TNI baik dalam suasana perang maupun dalan hal-hal tertentu dimana peran warga negara sipil ini amat diperlukan dalam membela bangsa dan negara. Pasalnya, dalam sistem pertahanan negara, lanjutnya, ada tiga unsur yang terlibat di dalamnya yakni TNI sebagai komponen utama, warga sipil serta komponen pendukung atau Polri. Budi enggan memberikan komentar mengenai keberadaan Polri dimana dalam pembahasan RUU Kamnas disebutkan, Polri sebagai otoritas operasional akan berada di bawah departemen pemegang otoritas politik keamanan dalam negeri yakni Departemen Dalam Negeri. "Saya tidak memiliki wewenang untuk menjelaskan hal tersebut sebab otoritas operasionalnya berada di bawah naungan Depdagri," jelas Budi. Tetapi yang pasti, lanjutnya, Polri dalam status hukumnya merupakan unsur pendukung bila keadaan negara dalam situasi perang namun institusi tersebut bisa menjadi komponen cadangan. Sementara itu, Pangdan VII/Wirabuana, Mayjen TNI Arief Budi Sampurno mengatakan, keamanan nasional merupakan tanggung jawab bersama dimana seluruh komponen masyarakat terlibat langsung dalam upaya membela negaranya. Keamanan nasional bisa terancam baik melalui ancaman militer seperti sabotase maupun non-militer seperti politik, ekonomi, ideologi maupun pemberitaan pers asing yang dianggap menganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia. "Kalau ancaman keamanan nasional itu datang dari pemberitaan media-media asing maka yang bisa meng-counternya adalah media kita juga. Seluruh aparat TNI-Polri akan memback-up," jelas Arief.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007