Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah amat buruk dalam mengelola dan menangani bencana yang terjadi di Indonesia, terutama pada banjir besar yang terjadi di Jakarta belum lama ini. "Bencana banjir yang terjadi di Jakarta pada dua Februari 2006 yang lalu dan telah melumpuhkan Ibu Kota Negara RI belum ditangani oleh pemerintah secara serius," kata Slamet Daroyni, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis. Menurut dia, banjir terbesar setelah tahun 2007 yang sebelumnya ditepis oleh Pemda DKI akan terjadi telah memusnahkan dan merusak aset warga. Tidak kurang Rp4,2 triliun hilang dalam bencana tersebut. "Besar luasan banjir serta jumlah korban dijadikan alasan Pemda DKI tidak mampunya mereka menangani bencana banjir tersebut," katanya. Padahal sebelumnya, kata dia, Pemda menyatakan sudah mempersiapkan berbagai hal untuk menghadapi ancaman bencana terutama banjir. "Para penduduk yang terpaksa harus mengungsi sama sekali terabaikan hak-haknya, terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, air dan sanitasi," ujarnya. Dalam hal ini, menurut Slamet, pemerintah telah melakukan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dari warga negaranya. "Pengabaian hak warga negara, sekalipun menjadi bagian dari pelanggaran HAM oleh Negara, belum menjadi opini publik. Kewajiban memenuhi kebutuhan air bersih tujuh liter per hari per jiwa, ruang hunian sementara 3,5 M2 per jiwa, jamban satu lubang untuk 20 orang adalah standar minimum penanganan pengungsi yang dipakai di tingkat internasional tetapi tidak dijadikan acuan untuk dipenuhi," ujarnya. Sementara itu Manajer Program Pengelolaan Resiko Bencana Walhi Nasional, Sofyan mengatakan, kewajiban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan warga masih dipahami sebagai bantuan atau dukungan, sehingga tidak harus memenuhi kebutuhan dasar. "Hal yang sangat menyedihkan adalah banjir telah mengambil jatah prajurit TNI yang bertugas di luar daerah. TNI menggunakan anggaran prajurit untuk merespon bencana banjir, artinya dampak banjir tidak hanya melanda warga yang tenggelam rumahnya, tapi juga banyak aspek lain," ucap dia. Hal yang tidak boleh terlupakan adalah penanganan pasca bencana, karena wabah penyakit seperti diare dan ISPA (Inspeksi Saluran Pernafasan Atas) akan menjadi ancaman serius jika tidak diantisipasi, karena keduanya akan dengan cepat mewabah akibat buruknya kualitas air bersih dan lingkungan serta keterbatasan sarana dan prasarana kehidupan. "Pengalokasian lebih dari Rp 800 miliar oleh Pemda DKI Jakarta bisa dianggap sebuah respon baik atas rutinitas kejadian banjir di Jakarta. Dana tersebut secara jumlah terlihat cukup besar, namun yang tidak bisa dilupakan adalah kejelasan pengalokasian dana tersebut, selain transparansi penggunaan sehingga dapat meminimalisir kemungkinan penyelewengan dana," tambah dia.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007