Lebak (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak, Banten meminta warga mewaspadai fahan radikalisme menyusul menghilangnya empat kepala keluarga warga Desa Rangkasbitung Timur.
"Kami menduga keempat kepala keluarga itu bergabung dengan kelompok radikalisme, karena kehidupan mereka serba tertutup," kata Sekertaris Umum MUI Kabupaten Lebak KH Ahmad Khudori di Lebak, Minggu.
MUI menyesalkan empat KK warga Rangkasbitung menghilang tanpa diketahui orang tua, tetangga maupun kerabat dekat bersangkutan.
Orang menghilang misterius juga terjadi di beberapa daerah di Tanah Air, termasuk di antaranya di Yogjakarta adalah seorang dokter.
Kemungkinan mereka sudah dicuci otaknya oleh kelompok-kelompok tertentu,karena jika orang normal maka sebelum berpergian terlebih dahulu menitip pesan maupun minta doa orangtua.
MUI mengajak masyarakat agar mewaspadai faham radikalisme dengan berkedok organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Keempat KK yang menghilang itu awalnya bergabung dengan Ormas Gafatar (Gabungan Fajar Nusantara).
Kegiatan Ormas Gafatar tersebut sebelumnya bergerak bidang sosial dengan melakukan kerja bakti, pemberian minuman susu dan lainya.
Namun, mereka mengembangkan faham sesat dengan tidak mengakui Nabi Muhammad Saw juga shalat cukup dengan niat.
Dengan demikian, ujarnya, Ormas Gafatar dilarang berkembang di Kabupaten Lebak melalui Peraturan Bupati (Perbup) juga Badan Koordinasi
Paham Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) setempat.
"Kami menduga warga Rangkasbitung yang menghilang tanpa pesan itu bergabung dengan anggota kelompok radikal Negara Islam," katanya.
Yusi (50), warga Desa Cibungur Pasir Desa Rangkasbitung, Kecamatan Cibungur, Kabupaten Lebak mengaku dirinya kini kesulitan untuk menghubungi orangtua dan adiknya yang menghilang tanpa pesan itu.
Ia bingung harus kemana mencari orangtua dan adiknya itu karena sejak menghilang dua bulan lalu belum bisa dihubungi.
Bahkan, pernah satu kali menghubungi melalui telepon seluler kepada anggota keluarga lainya, dan ia hanya berpesan keluarga di rumah jangan terlalu dipikirkan kepergiannya.
Namun, saat dihubungi kembali telepon selulernya mati dan tidak aktif.
"Kami berharap orangtuanya bernama Jasih (80) dan adiknya Maman (40) bisa kembali ke kampung dengan selamat dan bisa berkumpul bersama anggota keluarga," katanya.
Ia mengaku dirinya tidak mengetahui kepergian ibunya, karena keberangkatanya dinihari dan dijemput seseorang menggunakan kendaraan.
Kepergian ibunya itu, kata dia, diajak oleh adiknya yang sebelumnya bergabung dengan anggota Gafatar.
"Kami berharap ibunya itu bisa kembali ke rumah dengan kondisi sehat dan selamat," katanya.
Begitu juga Sakib (83) warga Desa Rangkasbitung Kabupaten Lebak mengatakan selama ini tiga anaknya dan 10 cucu sulit dihubungi sejak menghilang dua bulan lalu.
Ketiga anaknya Muhaemen (45), Halimah (40) dan Nandar (30) menghilang setelah bergabung dengan anggota Gafatar.
Kepergian anak-anaknya itu tanpa sepengatahuan orangtua, tetangga maupun keluarga lainnya.
Bahkan, anaknya bernama Muhaemen sudah berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kabupaten Lebak.
"Kami bingung ketiga anaknya itu menghilang tanpa kabar berita dan sulit dihubunginya," katanya.
Pewarta: Mansyur
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016