Taipei (ANTARA News) - Puluhan ribu orang berkumpul di Taiwan, Sabtu, saat para calon presiden turun ke jalan untuk rapat akbar "super weekend".
Peristiwa pekan terakhir kampanye menjelang pemilihan presiden pada Sabtu mendatang tersebut digelar dengan harapan calon presiden dari partai berkuasa Kuomintang (KMT) dapat dikalahkan.
Tokoh utama oposisi Partai Demokratik Progresif (DPP) Tsai Ing-wen diperkirakan merebut kepemimpinan saat KMT berjuang meraih dukungan masyarakat karena skeptisme atas kebijakan menguntungkan Tiongkok dan mengakibatkan kemarahan di kepulauan dengan perekonomian mandek itu.
KMT menyatakan bahwa jika Tsai menang pemlihan, maka upaya pendekatan dengan Beijing, yang digelar baru-baru ini, akan kandas dan menimbulkan keguncangan di kawasan tersebut.
Namun, dukungan massa dihimpun pada kampanye Tsai di Kota Kaohsiung, wilayah selatan Taiwan sebagai basis utama DPP. Dia mengatakan bahwa perubahan adalah satu-satunya langkah maju.
"Taiwan akan bertambah baik jika DPP memiliki dukungan mayoritas," kata perempuan politikus itu.
"Saya akan memimpin Taiwan menuju reformasi, saya akan memimpin Taiwan menuju perubahan," tambahnya.
DPP mengklaim kehadiran 100.000 pendukung yang mengibarkan bendera, menerikkan nama Tsai, dan meniup terompet.
"Saya dukung Tsai Ing-wen karena dia membawa ide yang segar," kata Gladys Cheng (27) yang bekerja di sektor industri jasa.
"Bahkan, jika hubungan lintas selat tidak bagus, saya tidak berpikir akan menimbulkan banyak masalah. Fokusnya harus global, tidak hanya Tiongkok," katanya.
Meskipun Tsai tertinggal dalam poling, kandidat Presiden Taiwan dari KMT Eric Chu memimpin kumpulan massa di jalanan Taipei, Sabtu sore, yang diklaim jumlahnya mencapai 200.000 orang menghadiri kampayenya.
Chu berjalan bersama Presiden Ma Ying-jeou dalam sebuah "long march" menuju pusat kota mengajak pendukungnya mengenakan kostum, mengibarkan bendera nasional, dan mengacungkan tangan sebagai simbol "kemenangan".
Dalam kampanyenya itu, Chu menekankan pentingnya hubungan damai dengan Tiongkok.
"Kita berjalan besama untuk stabilitas Taiwan," katanya kepada massa.
"Tidak masalah berapa banyak ketidakpuasan Anda di masa lalu, menjadi berani, berdiri, dan bersuara untuk generasi berikutnya," katanya.
Pendukung Chu merasa khawatir DPP akan mengantarkan Taiwan pada situasi tidak stabil.
"DPP mendukung kemeredekaan (Taiwan) dan saya khawatir ketegangan dengan Tiongkok meningkat jika mereka berkuasa," kata Peng Yu-chia, pendukung Chu berusia 45 tahun yang menjadi ibu rumah tangga dengan dua anak itu.
Baru
Taiwan memutuskan berdiri sendiri setelah berpisah dari Tiongkok pada 1949 setelah pecah perang sipil di Tiongkok daratan, namun Beijing masih beranggapan Taiwan bagian dari wilayah kekuasaannya dan menantikan reunifiksi seperti Hong Kong.
Presiden Ma mengajukan pendekatan kembali dengan Tiongkok sejak dia berkuasa pada 2008 dengan memimpin kesepakatan dagang dan ledakan wisatawan yang berujung pada pertemuan bersejarah dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Namun, sejumlah pemilih merasa hal itu sebagai bisnis besar yang menuai keuntungan, bukan masyarakat awam, dan menimbulkan kepentingan pengaruh Beijing.
Kemarahan terhadap kesepakatan dagang dengan Tiongkok memicu pendudukan mahasiswa atas gedung parlemen pada 2014 yang kemudian dikenal dengan sebutan Gerakan Bunga Matahari.
Beberapa aktivis saat ini mencalonkan diri dalam pemilihan parlemen yang diselenggarakan pada hari yang sama dengan pilpres.
Partai Penguasa Baru (NPP) yang memelopori Gerakan Bunga Matahari, menggelar kampanye di Taipei, Sabtu malam, diikuti sekitar 1.000 orang.
"Hari ini masa kritis untuk permulaan sistem politik baru di Taiwan," kata Ketua NPP Huang Kuo-chang yang juga mantan pemimpin unjuk rasa.
"Sejauh kita berpegang teguh pada cita-cita, kita dapat mengusung keadilan ke parlemen," katanya.
KMT mungkin kehilangan suara mayoritasnya di parlemen untuk pertama kalinya.
Calon Presiden James Soong yang tertinggal dalam poling juga menggelar kampanye pusat kota Taichung, Sabtu siang, yang diikuti sekitar 10.000 pendukungnya.
Soong dari Partai Rakyat Utama (PFP) yang persahabatan dengan Tiongkok, mengkritik konfrontasi antara DPP dan KMT karena dapat merusak perekoomian di negara berjuluk "Formosa" itu, demikian AFP.
(Uu.M038)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016