Jakarta (ANTARA News) - Pasangan calon Kepala Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Soerya Respationo-Ansar Ahmad, menggugat kemenangan Muhammad Sani-Nurdin Basirun yang diduga menggunakan kekuatan TNI-Kepolisian Indonesia untuk membantu memenangkan Pilkada.
"Kami katakan telah terjadi keterlibatan TNI secara aktif. Ini pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif," ujar Sirra Prayuna selaku kuasa hukum Soerya-Ansar, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Jumat.
Prayuna mengatakan itu ketika menyampaikan pokok perkara dalam sidang pendahuluan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah 2015.
Pihaknya memiliki bukti yang kuat berupa foto serta dokumen-dokumen yang menunjukkan keterlibatan TNI sebelum tahapan pencoblosan hingga pemilihan suara selesai.
"Dalam aturan TNI, jelas TNI pendukung kekuatan pengamanan ketertiban dalam proses Pilkada, Polri berhak meminta bantuan TNI untuk pengamanan. Tapi jumlah harus jelas, penempatan di mana, waktu jelas, kegiatan jelas," kata dia.
Namun dalam kasus ini dia menilai jumlah TNI sudah melampaui batas yang diminta polisi setempat. Kemudian Sirra mengatakan, TNI ikut terlibat dalam teknis pemilihan suara.
"Di Nagoya itu ada buktinya. Ada empat sampai lima orang turun dan mengawal Muhammad Sani. Kan yang bisa atau tidak menurunkan TNI cuma putusan politik incumbent saja. Makanya kami nilai ini ada kecurangan," tambah Prayuna.
Terkait dengan keterlibatan TNI, Ketua KPU Kepulauan Riau, Said Sirajuddin, mengatakan, pihaknya hanya berlaku sebagai penyelenggara dan keamanan selama pencoblosan merupakan tanggung jawab Kepolisian Daerah yang bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia.
"Kami tidak pernah terima laporan dari masyarakat atau dari Panwaslu terkait intervensi TNI atau bahkan intimidasi. Menurut kami itu tdak jadi persoalan," pungkas Said.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016