Jakarta (ANTARA News) - Amir atau pemimpin Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) Ustadz Abubakar Ba`asyir menyatakan kecewa kedatangannya ke kantor presiden tidak diterima oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ataupun juru bicara presiden Andi Mallarangeng. "Saya tentu kecewa, kita tidak diterima Presiden, tetapi hanya oleh stafnya jubir Andi Mallarangeng," kata Ba`asyir saat berada di luar Istana Merdeka Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis. Sebelumnya, sekitar pukul 10.00 WIB, Ba`asyir beserta sekitar 30 orang ulama lainnya, mendatangi kantor presiden dengan maksud menyerahkan surat peringatan atau "tazkiroh" kepada Presiden Yudhoyono. Mereka tiba di pintu gerbang kantor presiden di Veteran III, namun kemudian diarahkan oleh aparat keamanan menuju Istana Merdeka dengan berjalan kaki, karena dijanjikan untuk bertemu dengan Andi Mallarangeng. Sebelumnya, Ba`asyir mengaku sudah mengirimkan surat untuk menyampaikan surat "tazkiroh" itu kepada Presiden pada 19 Februari 2006. Pada saat bersamaan, Presiden Yudhoyono sedang menerima kunjungan kenegaraan PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi. Ba`asyir menjelaskan bahwa isi surat yang ditandatangani sekitar 20 ulama tersebut berisi peringatan kepada Presiden tentang kekeliruan yang sangat fatal di Indonesia dalam mengurus negara, yakni dengan meninggalkan syariat Islam. "Sejak zaman Soekarno hingga saat ini, syariat Islam ditinggalkan, sehingga akhirnya yang menderita seluruh rakyat. Bencana yang terjadi karena kita melecehkan hukum Allah," katanya. Kepada staf jubir yang menemuinya, Ba`asyir meminta agar Presiden membaca dan memperhatikan surat tersebut. Ba`asyir dan rombongan yang menggunakan beberapa mobil akhirnya meninggalkan depan Istana Merdeka, dan menuju kompleks parlemen di Senayan untuk menyampaikan surat serupa kepada pimpinan DPR dan MPR . Meskipun kecewa, Ba`asyir mengatakan bersyukur karena yang terpenting baginya telah menyampaikan surat peringatan tersebut kepada sesama muslim.(*)
Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007