Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis, bergerak menjadi Rp13.887 per dolar AS, naik 56 poin dari posisi sebelumnya Rp13.943 per dolar.

"Dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang termasuk rupiah menyusul adanya kemungkinan kenaikan inflasi Amerika Serikat. Kalangan petinggi bank sentral AS (The Fed) menunjukkan masih adanya kekhawatiran mengenai inflasi," kata Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong, di Jakarta, Kamis.

Kendati demikian, menurut dia, penguatan mata uang rupiah masih cukup rentan dikarenakan peristiwa uji coba nuklir oleh Korea Utara. Situasi itu dapat menambah daftar kekhawatiran pelaku pasar uang selain masalah geopolitik Arab Saudi dan Iran di Timur Tengah.

"Bertambahnya kekhawatiran ketegangan geopolitik akan membuat minat investor pada aset mata uang safe haven, salah satunya yakni dolar AS dapat kembali meningkat," katanya.

Sementara itu, pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova mengatakan, Bank Indonesia diperkirakan melakukan intervensi terhadap mata uang domestik di pasar valas sehingga mengalami penguatan meski sentimen eksternal negatif.

Ia menambahkan, posisi cadangan devisa Indonesia yang relatif baik di posisi 100,2 miliar dolar AS per akhir November 2015, masih cukup untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya.

Di sisi lain, lanjut dia, kebijakan pemerintah yang telah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM), diproyeksikan dapat memicu peningkatan konsumsi masyarakat yang akhirnya akan menopang pertumbuhan ekonomi domestik.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis, nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.946 dibandingkan hari sebelumnya (6/12) di posisi Rp13.863 per dolar AS.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016