"Saat ini para pekerja yang merupakan mantan tenaga outsourcing sudah menjadi pegawai meski mereka masuk melalui perusahaan pendor yang mengelola atau bermitra dengan PLN," kata Manejer Umum PLN Wilayah Maluku-Malut, Indradi Setiawan dalam rapat kerja dengan Komisi B DPRD Maluku di Ambon, Rabu.
Rapat kerja tersebut digelar komisi B terkait surat masuk Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) perwakilan Maluku dikoordinir Yehezkel Haurissa yang mempersoalkan nasib 535 tenaga outsourcing di PLN Maluku yang sudah berjuang sejak tahun 1998.
Menurut Indradi, PLN sendiri bahkan ikut melindungi mereka di perusahaan dan seluruh haknya dijamin, standar upah lebih tinggi dari upah minimum provinsi (UMP) dan sekarang PLN punya standar gaji terendah Rp1,1 juta
"Kalau pekerjaan tekhnis lain yang lebih tinggi sudah ada aturannya, karena mereka sudah jadi pegawai dan kalau terjadi sesuatu dalam perusahaan itu, PLN wajib melindungi mereka dan mencarikan tempat guna meneruskan kegiatannya," jelas Indradi.
Dikatakan, ada sejumlah perusahaan pendor yang bermitra dengan PLN dan kontraknya di masing-masing area yang sementara berjalan tidak ada persoalan.
"Pesangon juga sudah diatur oleh PLN, jadi mereka sudah seperti seorang pegawai," jelas Indradi.
Ketua komisi B DPRD Maluku, Reinhard Toumahuw yang memimpin rapat kerja tersebut mempertanyakan bisakah PLN Maluku tidak menerima pegawai baru dari luar daerah dan mengangkat 535 tenaga outsorucing, kecualai untuk jenis pekerjaan tekhnis yang membutuhkan SDM dari luar daerah.
Sedangkan wakil ketua komisi B, Abdullah Marasabessy menilai masalah pengalaman kerja bagi 535 tenaga ini tidak perlu diragukan sehingga perlu mendapat perhatian serius.
Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016