"Kami optimistis dalam 10 tahun mendatang sudah bisa memproduksi 700 ribu BOPD, baik dari blok migas yang ada saat ini yaitu di Irak, Malaysia dan Aljazair maupun dari penambahan aset baru.," kata Direktur Utama PT Pertamina Internasional EP, Slamet Riadhy di Jakarta, Selasa.
Slamet Riadhy mengatakan selama 2015 realisasi produksinya mencapai 113 ribu BOEPD. Lebih tinggi 20 persen dari target induk usaha kepada perseroan sebesar 93 ribu barel. Dari produksi tersebut, sebanyak 39 ribu BOPD diperoleh dari Aljazair, kemudian ladang minyak Irak berkontribusi sebesar 36 ribu BOPD dan dari blok migas di Malaysia menyumbang sebesar 38 ribu BOPD.
Pada 2025, total produksi blok migas yang ada di tiga negara tersebut akan bertambah menjadi 250 ribu barel. Lapangan West Qurna 1 Irak, akan mengalami produksi puncak pada 2022 sebesar 1,6 juta barel. Dengan partisipasi sebesar 10 persen, bagian dari Pertamina sebesar 160 ribu barel.
Kemudian blok migas di Malaysia dan Aljazair, masing-masing akan memberikan kontribusi sebesar 45 ribu barel sehingga total produksi pada 2025, sebesar 250 ribu barel. Sisanya sebesar 350 ribu barel, diharapkan dari aset baru. Target produksi 700 ribu BOEPD tersebut, belum ditambahkan dari aset eksplorasi.
Selain aset produksi, PIEP juga memiliki aset eksplorasi di Malaysia. Pada 2015 sudah dilakukan pengeboran terhadap satu lapangan prospek dan diharapkan akan ada tambahan sekitar 14-18 juta deposit sehingga kalau ditambahkan dengan eksplorasi yang sudah dilakukan, akan ada tambahan 10-15 persen.
Dengan tambahan tersebut, dia optimistis target PIEP memproduksi 700 ribu BOEPD pada 2025 bisa terpenuhi.
Secara umum, Pertamina akan masuk ke wilayah yang memang dari sisi potensi cukup besar dan akseptabilitas dengan pemerintah dan perusahaan Indonesia sudah sangat baik, seperti yang selama ini terjadi di Irak, Aljazair dan juga Malaysia.
Menurut Dirut PIEP Slamet, pilihan ekspansi ke blok migas luar negeri yang dilakukan Pertamina merupakan sebuah keharusan. Pada 2025 nanti, kebutuhan minyak Indonesia mencapai dua juta barel. Dari jumlah tersebut, Indonesia harus mengimpor 1,5 juta barel.
Pilihan ke luar negeri merupakan upaya untuk mengurangi impor minyak Indonesia karena saat ini saja, impor minyak Indonesia sudah mencapai 900 ribu barel.
"Jadi nanti (2025), kalaupun semua lapangan minyak diserahkan ke Pertamina, hanya mampu berkontribusi sekitar 400 ribu-500 ribu barel. Sisanya harus impor. Jadi semua orang tau bahwa kita harus keluar, tidak bisa tidak," katanya.
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016