"Pak Edhi Soenarso dan almarhum istrinya adalah tokoh dengan pergaulan nasional tapi berinteraksi dekat dengan lingkungan di kampungnya di sini," kata Anies Baswedan.
Menurut dia, keluarga Edhi Soenarso telah jadi bagian bermakna bagi kami semua.
"Maestro sekelas Edhi Soenarso tak muncul di Republik ini setiap saat. Maestro sekelas Edhi Soenarso muncul dari kombinasi limpahan bakat, tempaan pengalaman, dan aliran dedikasi berkarya yang tak henti," katanya.
Ia mengatakan, dari Pak Edhi Soenarso kita belajar bahwa gelaran ribuan karya seni rupa yang dihasilkannya tidak muncul begitu saja dengan mudahnya, tapi mereka muncul melalui kerja keras yang dilakukan dengan cinta, kreativitas dan sepenuh jiwa.
"Kerja keras dan rasa cinta terhadap bidang yang digelutinya ini yang mengukuhkannya menjadi peletak dasar-dasar seni patung modern Indonesia di awal masa perkembangannya. Pak Edhi juga seorang pelopor teknologi cor logam untuk monumen, menyambung tradisi logam yang lama terputus dalam kesenian," katanya.
Anies mengatakan, dari Edhi Soenarso kita belajar ada banyak media untuk menampakkan rasa cinta terhadap tanah air, ada banyak cara berkontribusi terhadap negara.
"Gelaran puluhan monumen dan diorama nasionalis menjadi saksinya. Mulai Monumen Selamat Datang di pusat ibukota, Monumen Tugu Muda di Semarang, sampai Monumen Yos Sudarso di Biak, Papua. Mulai diorama sejarah di Monumen Nasional Jakarta sampai diorama sejarah di Museum Tugu Pahlawan Surabaya," katanya.
Ia mengatakan, melalui karya-karya monumentalnya ini, Edhi Soenarso tak hanya menunjukkan betapa besar rasa cintanya terhadap tanah airnya, namun ia mengajak setiap orang yang melihatnya untuk mendapatkan pengalaman rasa yang sama.
"Tidak hanya dari karya Pak Edhi Soenarso, namun juga dari perjalanan hidupnya kita mendapat teladan seorang anak bangsa yang menyerahkan hidupnya untuk negaranya," katanya.
Edhi Soenarso mengawali kontribusinya terhadap negara melalui perjuangan mengangkat senjata, bertaruh nyawa.
Kiprahnya sebagai pasukan Samber Nyawa Divisi I, Batalyon III, dan Resimen V Siliwangi mendahului perjuangannya di ranah seni rupa.
Pada usianya yang ke-14, ia sudah mencicipi dekaman penjara tentara kerajaan Belanda, KNIL, sebagai tawanan perang. Kemerdekaan Indonesia tak membuatnya berhenti berjuang, hanya berbeda medannya, walau tak kalah besar dampak kontribusinya.
"Kini kita melepas Pak Edhi kembali ke sang Maha Pencipta. Dari seluruh rangkaian hidupnya dan dari karyanya, kita dapat memaklumi sungguh layaklah gelar Empu Ageng Seni yang disandangkan, dan sungguh pantaslah kita menghargai dan meneladaninya sebagai salah satu maestro terhebat yang pernah dimiliki bangsa Indonesia," katanya.
Seniman Edhie Soenarso, telah berpulang pada 4 Januari 2016, pukul 23.15 wib di RS Jogja International Hospital.
Jenazah dimakamkan pada Selasa, 5 Januari 2016. Upacara dimulai pukul 13.00 WIB di rumah duka Dusun Nganti Rt 2 Rw 7. Jalan Cempaka No. 72. Mlati, Sleman, Yogyakarta.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016