Jakarta (ANTARA News) - Kerja sama operasi dalam transmisi dan distribusi gas antara PT Pertamina Gas, anak usaha PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dinilai paling ideal karena dapat mengefisienkan penyaluran gas rumah tangga maupun industri.
"Pertagas dan PGN tak perlu menolak rencana pembentukan komite bersama (joint committee) karena gagasan tersebut telah disetujui oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara," kata pengamat migas yang juga Dirut PT Duta Firza, Firlie Ganinduto di Jakarta, Senin.
Firlie mengatakan Pertagas dan PGN harus memiliki komitmen bersama bahwa kesepakatan itu demi kepentingan nasional yaitu agar semakin banyak volume gas yang tersalurkan ke konsumen dengan harga murah.
Kerja sama operasi Pertagas dan PGN juga dinilai bagus karena kondisi saat ini menyebabkan dua BUMN yang bergerak pada bisnis yang sama, dibiarkan terus bersaing.
"Dari pada merger atau take over yang butuh proses lama, joint operation melalui mekanisme joint committee sangat bagus dan solusi yang win-win," ujar Firlie.
Menurut dia, joint committee bukan hanya formalitas, tapi juga butuh komitmen dalam pelaksanaannya. Pemerintah mungkin sudah punya pemikiran, menggabungkan Pertagas yang 100 persen BUMN dan PGN yang sebagian sahamnya dimiliki pemerintah, perlu proses lama. Sementara persoalan penyaluran gas, termasuk soal open access, butuh keputusan yang cepat.
"Joint committee adalah pilihan yang pas dan bijaksana dari pemerintah," katanya.
Berly Martawardaya, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, mendukung langkah Kementerian BUMN yang mendorong pembentukan joint committee Pertagas dan PGN di bawah kendali Kementerian BUMN karena kondisi saat ini tidak optimal bagi kedua perusahaan.
Namun, ke depan, Berly mengusulkan tiga opsi terkait dua perusahaan tersebut. Pertama, dibiarkan seperti sekarang. Kedua, kerja sama sebagai dua badan terpisah. Ketiga, PGN dan Pertagas digabung.
"Kondisi sekarang tidak optimal, jadi sambil mengkaji opsi penggabungan, kerja sama dan sinergi dulu," katanya.
Pertagas sejauh ini memberikan fasilitas pipa gas untuk open access cukup besar, lebih dari 90 persen sedangkan PGN kurang dari 40 persen. Padahal, kebijakan open acess gas sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009.
Dalam aturan itu dinyatakan, dalam melaksanakan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa, badan usaha wajib memakai pipa transmisi dan distribusi yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan bersama (open access) pada ruas transmisi dan wilayah jaringan distribusi tertentu.
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016