"Harus ada pengawalan di lapangan, agar penanaman IPB 3S berdampingan dengan menggunakan teknologi IPB Prima," kata Hajrial, dalam siaran pers yang diterima Antara di Bogor, Senin.
Ia mengatakan, teknologi IPB Prima, selain ramah lingkungan, juga dapat memperbaiki kesuburan tanah. Teknologi tersebut dilakukan dengan mengembalikan jerami ke lahan.
"Metode ini terbukti menghasilkan 9,4 ton di Karawang, Jawa Barat," katanya.
Dari hasil pengamatan, lanjut dia, pascajerami dikembalikan ke lapangan dapat mengggantikan kalium dan banyak mengembalikan kesuburan tanah. Namun, perlu pekerjaan yang konsisten. Hasilnya tanah menjadi lebih lunak dan berwarna gelap.
"Keuntungan lainnya adalah jerami dapat menjadi musuh alami hama dan penyakit tanaman," katanya.
Ditegaskannya, pokok utama keberhasilan dari padi IPB 3S adalah penerapan teknologi IPB Prima, perbaikan lingkungan terutama tanah, dan penerapan cara tepat atau best practice, pemupukan bio-organik, pengendalian hama.
"Dan pendampingan oleh dinas serta penyuluh, itu penting," katanya.
Hajrial mengatakan, perakitan varietas IPB 3S dilatarbelakangi fakta menurunnya produktivitas padi sejak tahun 1997. Sebelum IPB 3S, ia telah menghasilkan sejumlah varietas unggulan lainnya seperti IPB 1R, IPB 2R, dan IPB 4S.
Bersama dengan rekan se profesinya, DR. Sugiyanta yang memiliki teknologi IPB Prima, memiliki cita-cita menciptakan benih padi lokal yang mirip dengan padi hibrida, namun benihnya bisa dirakit sendiri.
"Varietas IPB 3S merupakan padi tipe baru yangs udah dilepas. Keunggulannya memiliki sekitar 180 sampai 200 bulir per malai. Padi ini menyampaikan karakter anakan lebih sedikit, memiliki dua bendera tegak dan malai yang panjang," katanya.
Hajrial optimistis, keunggulan yang dimiliki IPB 3S jika dibarengi penanamannya dengan penerapan teknologi IPB 3S dapat menghasilkan produksi yang maksimal. Sehingga dapat mendukung program pemerintah terwujudnya swasembada pangan.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016