Pengalaman yang ia peroleh dari warga yang menganut kepercayaan asli Nusantara, Marapu, disebut Ucok sebagai salah satu pengalaman yang tak terlupakan selama melakoni perjalanan 365 hari berkeliling Indonesia itu.
"Jadi kami saat itu bertamu warga penganut Marapu, beliau tahu saya dan Dandhy (Dwi Laksono) muslim, sehingga ketika ia berniat menjamu kami dengan menyembelih seekor ayam, ia langsung memberikan ayam itu untuk kami sembelih sendiri sesuai dengan keyakinan yang kami anut," kata Ucok dalam acara penyambutan kepulangan tim Ekspedisi Indonesia Biru di Kantor Watchdoc, Bekasi, Kamis.
Ucok mengaku sikap toleransi yang tulus dan sepenuhnya berusaha memahami sekaligus menghiormati keyakinan orang lain tersebut tak pernah ia temui di dalam keseharian kehidupan di kota.
Selain ketulusan toleransi warga penganut Marapu di Desa Kamanggih, Ucok juga memetik nilai-nilai kearifan lokal berupa gotong royong yang masih tertanam kuat, keteguhan memegang norma adat dan penghargaan yang tinggi dari masyarakat terhadap pemimpinnya, saat menyambangi masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi.
Cerita tentang kuatnya nilai-nilai kearifan lokal di sana bisa disaksikan lewat film dokumenter berjudul "Kasepuhan Ciptagelar" yang telah diunggah di laman Youtube Watchdoc.
Sementara itu, rekan seperjalanan Ucok, Dandhy, mengaku memperoleh pengalaman menarik berupa perlakuan ramah dari warga Kampung Tarung, Sumba Barat, NTT.
"Selaiknya wilayah yang sudah menjadi destinasi wisata, kami sudah siap apabila ketika kami singgah dan meliput diharuskan memberikan sumbangan untuk kas komunitas setempat," kata Dandhy.
"Namun, ketika bertemu perwakilan masyarakat dan memperkenalkan diri dari Ekspedisi Indonesia Biru, mereka segera mengeluarkan smartphone, mencari tahu tentang kegiatan kami. Bukannya diminta mengisi kas komunitas, kami justru dibekali oleh-oleh kain tenun saat akan meninggalkan Kampung Tarung," ujar Pendiri Watchdoc sekaligus Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) itu.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015