Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Rabu pagi, melemah empat poin menjadi Rp9.067/9.068 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.063/9.064, meski yen stabil terhadap dolar AS. "Rupiah masih terkoreksi terhadap dolar AS, meski pelaku asing sedang memfokuskan diri terhadap pertemuan bank sentral Jepang (BoJ) yang berlangsung selama dua hari (20-21 Februari 2007)," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan para pelaku asing mengharapkan BOJ menaikkan tingkat suku bunga menjadi 0,5 persen dari sebelumnya 0,25 persen. Apabila BoJ jadi menaikkan suku bunganya, maka diperkirakan yen akan kembali menguat yang pada gilirannya akan memicu rupiah menguat, namun apabila tidak terjadi, maka dolar AS akan kembali mencapai level tertinggi yang pernah dialami di atas 122 yen, katanya. Yen, menurut dia, pernah menguat yang didukung oleh menguatnya data produk domestik bruto (PDB) Jepang pada periode Oktober hingga Desember 2006 yang mencapai 4,8 persen dibanding periode sama tahun lalu sekita 3,8 persen. Karena itu, kenaikan suku bunga Jepang diharapkan akan terjadi, sehingga memicu pergerakan rupiah yang terus menguat, ucapnya. Rupiah, ia lebih lanjut mengatakan, berpeluang untuk bisa berada di bawah level Rp9.000 per dolar AS, namun tertahan oleh intervensi Bank Indonesia (BI) yang tidak menginginkan mata uang lokal itu berada di bawah level tersebut. Namun apabila dukungan yang kuat memicu rupiah, diperkirakan mata uang lokal itu akan bisa mencapai di bawah Rp9.000 per dolar AS, katanya. Untuk saat ini, katanya, rupiah masih berada di atas level Rp9.000 per dolar AS yang berkisar antara Rp9.050 hingga Rp9.100 per dolar AS. Meski demikian potensi untuk bisa mencapai dibawah level Rp9.000 masih cukup besar, apalagi dengan makin aktifnya lembaga keuangan Indonesia mencari dana baru melalui penerbitan obligasi yang memicu pertumbuhan ekonomi makin membaik. Pasar obligasi di dalam negeri cukup cerah seiring dengan merosotnya bunga BI Rate yang telah mencapai 9,25 persen dan diperkirakan pada pertengahan tahun 2007 akan bisa mencapai 8,5 persen. Dengan penerbitan obligasi ini baik yang dilakukan pemerintah maupun perbankan, maka diharapkan dana itu dapat dipergunakan untuk meningkatkan ekonomi nasional lebih jauh, demikian Kostaman. (*)

Copyright © ANTARA 2007