Semarang (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengharapkan kalangan dunia usaha dapat menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi dengan mendukung lima paradigma pembangunan yang dijalankan pemerintah. Harapan itu disampaikan Presiden Yudhoyono dalam pidatonya saat membuka Rakernas XII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) XIII di Semarang, Selasa malam. Ke lima paradigma pembangunan itu adalah, pertama, pembangunan mesti lebih terpadu dan berdimensi kewilayahan. "Era sentralisme sudah berubah menjadi era desentralisme dengan penerapan otonomi daerah," kata Presiden. Paradigma ke dua, memadukan sumber daya berbasis ekonomi dan sumber daya berbasis ilmu pengetahuan seperti halnya telah diterapkan di negara maju dan sejumlah negara berkembang dengan mengadopsi sisi teknologi dan informatika. Ketiga, pertumbuhan yang didasari dengan modal sehingga tidak terjadi kesenjangan dan ketimpangan antar masyarakat. "Pertumbuhan tanpa modal adalah "nightmare" (mimpi buruk)," kata Presiden. Selanjutnya, ke empat adalah meningkatkan ketahanan dan kemandirian ekonomi dengan tetap pada konteks kerja sama internasional. Sedangkan yang kelima adalah peran serta kalangan pengusaha sebagai pilar bangkitnya perekonomian nasional. Presiden menjelaskan, saat ini gambaran dunia usaha Indonesia dari tahun ke tahun terutama pascakrisis terus membaik tercermin dari mulai kembali stabilnya pertumbuhan ekonomi dan keberhasilan menekan angka inflasi. "Dengan melihat gambaran besar ini, saya harap para pengusaha muda tahu persis harus ke mana melangkahkan arah bisnisnya yang pada ujungnya mendorong pertumbuhan dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang," ujar Presiden. Menurut Yudhoyono, Indonesia memiliki potensi besar yang bisa dikembangkan dan tidak kalah dengan apa yang dimiliki negara lain, seperti sumber daya modal, sumber daya alam yang jika dikelola dengan baik bisa menghasilkan sesuatu yang besar bagi negeri ini termasuk bagi kesejahteraan rakyat. Ia menjelaskan, pada 2006 pendapatan domestik bruto (GDP) Indonesia mencapai sekitar Rp3.500 triliun atau setara 360 miliar dolar AS, dengan tingkat pendapatan per kapita (IP) telah lebih dari 1.600 dolar AS per penduduk. Pencapaian itu sudah jauh di atas angka GDP dan IP yang terjadi pada 1998. Demikian halnya dengan jumlah penduduk yang lebih dari 220 juta jiwa saat ini tentu telah memiliki "power purchasing parity" atau kekuatan daya beli yang tinggi untuk mendorong kekuatan ekonomi. "Daya beli itu jika dikelola dengan baik dan benar serta dengan kebijakan yang tepat akan memberi dorongan harapan membaiknya ekonomi di masa datang," ujarnya. Presiden mengutarakan akibat krisis pada 1998, ekonomi Indonesia sempat mengalami stagflasi dari pertumbuhan sekitar enam persen menjadi minus 13 persen, serta ditandai tingkat inflasi yang luar biasa tinggi mencapai 78 persen. "Ekonomi kolaps, indikator mikro dan mikro merosot ditambah dengan krisis lain yang kita alami akhirnya menekan seluruh sektor industri," ujar Presiden. Namun semua itu bisa pulih, dan keluar dari keadaan krisis karena semua komponen bangsa sesungguhnya berupaya melepaskan diri dari keterpurukan. "Sudah saatnya para pengusaha muda terutama yang tergabung dalam HIPMI juga memanfaatkan momentum kebangkitan ini untuk tidak menyia-nyiakan peluang bisnis di tahun-tahun mendatang," ujarnya. Dengan demikian, ditegaskan Presiden di hadapan sekitar 300 anggota HIMPI, pengusaha tidak saja bisa menjadi pengusaha sukses, tetapi kelak juga bisa menjadi pemimpin bangsa ini.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007