Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kasum TNI Letnan Jenderal (Purn) R Soeyono, dijatuhi hukuman tiga bulan percobaan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Mantan KSAD Jenderal (Purn) R Hartono. Ketua majelis hakim Binsar Siregar saat membacakan putusan menyatakan Soeyono terbukti melakukan kejahatan pencemaran nama baik secara tertulis, sesuai dengan dakwaan kesatu primer, pasal 311 ayat 1 KUHP. Oleh majelis hakim, Suyono juga dinyatakan terbukti secara sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum, seperti dalam dakwaan kedua primer, pasal 310 ayat 2 KUHP. Perbuatan terdakwa, menurut hakim, telah memenuhi unsur-unsur dakwaan, karena saat terdakwa diwawancarai oleh wartawan dari majalah Male Emperium, ia sudah mengetahui bahwa hasil wawancara itu akan dicetak dan disebarkan kepada khalayak umum. "Karena dinyatakan terbukti bersalah, maka terdakwa dijatuhi hukuman tiga bulan percobaan, dengan ketentuan pidana itu tidak akan dijalankan apabila dalam waktu enam bulan terdakwa tidak melakukan tindak pidana yang dapat dikenai hukuman," kata Binsar Siregar. Majelis mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa adalah Soeyono sebagai mantan petinggi TNI seharusnya memberi contoh yang baik kepada masyarakat. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa, menurut majelis hakim, antara terdakwa dan saksi pelapor R Hartono telah ada perdamaian dan mereka sudah saling memaafkan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Soeyono melakukan pencemaran nama baik terhadap Hartono karena mengeluarkan pernyataan bahwa anak Hartono meninggal dunia karena kasus narkoba dalam wawancara dengan sebuah majalah. Menurut dakwaan, Soeyono pada 5 Juli 2005 sekitar pukul 10.00 WIB di rumahnya di Jalan Diponegoro No 54 RT01/RW02, Menteng, Jakarta Pusat, menerima wartawan dari majalah Male Emperium untuk keperluan wawancara. Wartawan dari Male Emperium, Dede Marlia dan Faisyal, bermaksud untuk membuat profil Soeyono. Keduanya sempat melontarkan pertanyaan, "Merasa sakit hati dengan oknum-oknum yang telah menjatuhkan kredibilitas anda?", kepada Soeyono. Pertanyaan itu dijawab oleh Soeyono dengan kalimat "Kayak Hartono anaknya mati karena kasus narkoba." Menurut JPU, yang dimaksud terdakwa adalah almarhum Torry Widyantoro, anak kandung R Hartono. Selanjutnya, hasil wawancara antara Dede Marlia serta Faisyal dan terdakwa itu ditulis, dicetak, dan dimuat dalam majalah Male Emperium No 55 edisi Agustus 2005 sehingga penyataan terdakwa yang mengatakan "Kayak Hartono anaknya mati karena kasus narkoba", tersebut disebarluaskan atau disiarkan dan dijual kepada masyarakat umum, sehingga isinya dibaca dan diketahui oleh orang banyak. Dalam dakwaan, JPU menyatakan pernyataan Soeyono yang ditulis dalam majalah Male Emporium itu tidak benar karena anak Hartono, Torry Widyantoro, meninggal dunia karena pendarahan Epidural Hematom dan Herniasi Umkus, akibat trauma pada kepala. Usai pembacaan putusan, Soeyono yang berusia 63 tahun itu menyatakan ketidakpuasannya. "Sejak awal persidangan, saya sudah mengatakan bahwa ini tidak adil. Saksi-saksi yang ingin saya hadirkan tidak pernah diterima dan persidangan hanya ditujukan pada kesalahan saya sebagai terdakwa," ujarnya. Meski demikian, Soeyono dan kuasa hukumnya mengambil hak pikir-pikir selama dua pekan atas putusan majelis hakim. Kuasa hukum Soeyono, Firman Wijaya, mengatakan majelis hakim dalam keputusannya telah melanggar prinsip hukum soal delik aduan. Menurut Firman, karena pasal yang dituduhkan kepada kliennya adalah delik aduan, maka setelah adanya perdamaian antara saksi pelapor, R Hartono dan Soeyono, maka sudah seharusnya apabila perkara itu dihentikan. (*)

Copyright © ANTARA 2007