Jakarta (ANTARA News) - Kontras mengadukan Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung, Kolonel (Inf) Bambang Gandhi S, kepada Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto karena melakukan intimidasi pada masyarakat yang ingin mencari keadilan terkait kasus pelanggaran HAM di Talangsari, Lampung. Danrem 043 Garuda Hitam Lampung mengatakan bahwa siapa yang mengungkit masalah Talangsari akan berhadapan dengan dirinya. Pernyataan Danrem dalam acara `coffe morning` di Hotel Sahid Bandar Lampung yang dikutip media massa itu merupakan teror dan ancaman kepada saksi, korban maupun siapapun yang berupaya mengusut masalah pelanggaran HAM di Talangsari tersebut, kata Koordinator Kontras, Usman Hamid, di Jakarta, Senin. Untuk itu Kontras bersama dengan aliansi LSM yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Saksi pada Senin mengirimkan surat kepada Marsekal TNI Djoko Suyanto guna menegur dengan keras Danrem 043 Garuda yang telah melalukan teror dan ancaman yang bertentangan dengan penegakan HAM di Indonesia saat ini. Menurut Usman, pernyataan Danrem 043 Garuda Hitam Lampung mencerminkan sikap anti-terhadap penegakan HAM sebagai bagian reformasi TNI dan menggangu komitmen Panglima TNI untuk mendukung HAM, seperti yang diucapkannya saat uji kelayakan dan kepatutan di depan Komisi I DPR. "Pernyataan ini jelas mengingkari proses hukum di Komnas HAM yang pada bulan Juni 2006 baru mengeluarkan laporan penyelidikan yang menyimpulkan adanya unsur pelanggaran HAM berat dalam kasus Talangsari dan saat ini sedang dilakukan kajian hukum sebagai tahapan lanjutan," kata Usman. Usman mengatakan Panglima TNI harus mengambil tindakan tegas karena jika hal tersebut dibiarkan akan membuat preseden buruk bagi penegakan HAM di Indonesia serta akan menjadi pembenar bagi cara-cara teror untuk menghambat penyelidikan HAM. Sementara itu, dalam kasus Talangsari, menurut Usman, telah tiga tim Komnas HAM yang melakukan penyelidikan, namun semuanya belum dapat bekerja optimal akibat adanya hambatan-hambatan untuk menutupi masalah tersebut. Kasus pelanggaran HAM di Talangsari terjadi pada 1989 ketika aparat keamanan melakukan penyerbuan terhadap kelompok masyarakat yang dianggap oleh pemerintah melakukan makar. Dalam kasus tersebut menurut laporan investigasi Kontras 2005 korban mencapai ratusan orang, dengan lima korban penculikan, 27 korban pembunuhan di luar proses hukum, 78 korban penghilangan paksa, 23 korban penangkapan sewenang-wenang, 25 korban peradilan tak jujur, 24 korban pengusiran. "Hingga kini para korban masih dalam tekanan dan intimidasi. Di Talangsari masih belum tersentuh listrik dan jalannya belum diaspal, sementara para korban yang melaporkan ke Jakarta harus melalui perjalanan panjang dengan menghindari aparat keamanan (TNI). Bahkan untuk mengenang terjadinya tindak kekerasan di Talangsari kita harus minta pengamanan dari kepolisian akibat intimidasi-intimidasi tersebut," kata Usman. (*)
Copyright © ANTARA 2007