"Yang disayangkan kalau kebablasan," kata ahli psikologi anak dan keluarga, Elizabeth Santosa, di Jakarta, Selasa.
Ia melihat ada kecenderungan orang tua memberikan gadget kepada anaknya sebagai penawar agar tidak rewel, saat anak menangis, orang tua menyodorinya permainan dalam komputer tablet agar kembali tenang.
Niat ingin menyenangkan anak pun dapat berubah menjadi candu bagi anak bila tidak menerapkan aturan yang jelas tentang penggunaan gadget.
Tidak berarti Elizabeth melarang orang tua sama sekali memberikan hadiah gadget pada anaknya, silakan saja bila memang sanggup atau perlu.
Psikolog yang juga komisioner Komnas Perlindungan Anak ini menekankan pentingnya manajemen diri anak saat menggunakan gadget.
Misalnya, orang tua harus menetapkan jadwal bangun tidur yang harus dipatuhi agar anak tidak terlambat keluar kamar karena terlalu asyik bermain gadget segera setelah ia terbangun.
"Atau, selesaikan PR dulu sebelum main gadget," kata dia.
Ia menyarankan orang tua tidak membiarkan gadget diakses secara penuh oleh anak, berikan hanya pada waktu-waktu tertentu.
"Maksimal dua jam, tidak bagus juga untuk postur tubuh dan kesehatan mata," kata dia.
Orangtua masa kini pun tidak boleh gaptek alias gagap teknologi agar dapat mengawasi apa isi gadget yang digunakan oleh anak.
Awasi apakah permainan yang sering dibuka anak sudah sesuai dengan usianya, jangan biarkan anak mengakses permainan yang sebetulnya untuk orang dewasa semata agar ia tidak rewel.
Jangan biarkan juga anak memproteksi gadgetnya dengan kata sandi.
Selain permainan, gadget juga digunakan untuk mengakses media sosial.
Peraturan di media sosial umumnya membatasi minimal berusia 13 tahun untuk dapat bergabung.
Ia mengimbau orang tua untuk memperhatikan aturan tersebut dan melihat apakah sudah saatnya anak bersosial media, meski pun anak mendapat tekanan melihat teman-temannya sudah memiliki akun sendiri.
"Kalau menurut orangtua memang tidak bagus, jangan dikasih," kata dia.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015