"Nilai tukar rupiah menguat bersamaan dengan pelemahan dolar AS di kawasan pasar Asia. Hilangnya ketidakpastian kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate) menjadi salah satu penopang utama bagi laju rupiah," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, pengetatan moneter yang sudah dimulai oleh Amerika Serikat diperkirakan tidak akan mendorong penguatan dolar AS yang drastis meski harga komoditas masih tetap rendah.
Sementara itu, revisi angka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat yang diperkirakan turun tipis menambah sentimen bagi mata uang domestik.
Ia mengatakan bahwa harga minyak yang semakin turun juga bisa membantu menurunkan ekspektasi inflasi ke depan dan juga suku bunga. Kendati demikian, harga komoditas yang masih rendah dapat menahan nilai tukar rupiah untuk menguat lebih tinggi.
Di sisi lain, lanjut dia, paket kebijakan ekonomi VIII yang masih fokus pada sisi pasokan dampaknya ke pasar keuangan juga belum akan terasa segera.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa berlalunya agenda kenaikan suku bunga AS pada pekan lalu, membuat aset mata uang berisiko kembali marak.
Setelah suku bunga AS naik, lanjut dia, perhatian pasar akan kembali tertuju pada rencana bank sentral AS untuk kembali menaikan suku bunganya di tahun 2016.
"Bank sentral AS akan kembali menaikan suku bunga di 2016 mencapai 1,25-1,50 persen, namun pelaku pasar sedikit pesimis dengan proyeksi tersebut," ujarnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015