Target KPK pasti bukan hanya menyelamatkan uang negara. Kalau targetnya dikatakan menghukum orang juga kurang tepat
Jakarta (ANTARA News) - Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo akan menjalani sasaran kerja berbeda, dari biasanya mengurus pengadaan barang dan jasa, menjadi pemberantas korupsi yang di negeri ini menggurita hingga meraksasa.
Agus Rahardjo yang bertitel sarjana teknik dari Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, (lulus 1984) dan melanjutkan ke Arthur D. Little Management Education Institute, Management di Cambridge, Amerika Serikat, memulai karir sebagai birokrat pada Badan Perencanaan Nasional sebagai Direktur Pendidikan Bappenas (2000-2002).
Ia lalu menjadi Direktur Sistem dan Prosedur Pendanaan Bappenas (2002-2005), namun dia lama mengabdi pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mulai dari Sekretaris Utama LKPP (2000-2010), Kepala Pusat Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (2005-2008), sampai Kepala LKPP (2010-2015).
Selagi uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR, Rabu (15/12), Agus menegaskan target KPK bukan menghukum koruptor, melainkan menurunkan angka korupsi di Indonesia.
"Target KPK pasti bukan hanya menyelamatkan uang negara. Kalau targetnya dikatakan menghukum orang juga kurang tepat. Target KPK itu antara lain juga bagaimana IPK (indeks persepsi korupsi) kita bisa setara misalnya dengan Malaysia," kata Agus.
Untuk itu, KPK harus bersinergi dengan polisi dan jaksa, selain juga melibatkan masyarakat.
"Saya tidak perlu gaduh," kata dia. Asal, tujuan tercapai, yakni menurunkan angka korupsi.
Berangkat dari pengalamannya pada bidang pengadaan barang dan jasa, Agus menekankan perlunya penggunaan teknologi informasi karena jika semua tahapan proses pengadaan barang dan jasa serta tender proyek pada lembaga pemerintah diperbaiki dan digunakan IT, maka potensi korupsi dapat diminimalisir.
"Melalui IT maka sistem dapat berjalan secara online sehingga pengawasan dari kementerian dan lembaga kepada dinas-dinas terkait dapat dilakukan secara transparan dan efisien," tambah Agus.
Dia mencontohkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jika menggunakan IT, maka pengadaan barang dan jasa ke dinas-dinas di daerah dapat diawasi secara online.
"Kalau ada kekurangan dan kekeliruan, bisa langsung diketahui dan diperbaiki," tambah Agus.
Agus juga berharap pengadaan barang dan jasa di militer dilakukan secara transparan, terutama pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).
"Kalau pengadaan barang dan jasa di Kementerian Pertahanan dan militer dilakukan secara transparan, maka dapat efisien dan publik dapat turut mengawasi dengan demikian potensi korupsi dapat diminimalisir. Anggaran di pertahanan itu, di negara maju semua terbuka, kita yang sebagian besar beli, kenapa tidak terbuka?," kata Agus.
Seharusnya hanya bagian-bagian tertentu yang dirahasiakan, sedangkan pada alutsista yang dibeli, apalagi dari luar negeri, lebih baik dibuka.
Selain pengadaan, Agus juga membidik amnesti pajak.
"Tax amnesty, perlu duduk bersama. Saya jawab begini, misal terkait pemberantasan korupsi, bisa tidak kita mengampuni orang yang korupsi, suruh mengembalikan bagian yang dikorupsi. Setelah itu, bahkan hukuman mati bisa kita terapkan," jawab Agus kepada Komisi III sewaktu uji kepatutan.
Menurut Agus, tingkat pembayaran pajak di Indonesia masih sangat rendah sehingga menjadi alasan pemerintah menginginkan tax amnesty.
"Kita di ASEAN tax ratio paling jelek, gara-gara orang tidak bayar pajak terus-menerus sehingga utangnya besar sekali. Ini perlu duduk bersama, supaya keadilan berjalan baik," ungkap Agus.
Tabungan hanya Rp20 juta
Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Agus ke KPK pada 27 Juli 2012 saat masih menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), Agus hanya berharta Rp2,481 miliar.
Harta itu terdiri dari harta tidak bergerak Rp2,269 miliar yang berada di kota Bekasi, 3 lokasi di Magetan, Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Depok dan 8 lokasi di Kabupaten Bogor.
Harta Agus masih ditambah harta bergerak berupa alat transportasi berupa tiga mobil Mitsubishi Colt senilai Rp540 juta, ternak senilai Rp200 juta, serta logam mulia dan benda bergerak lain mencapai Rp116,4 juta; giro dan setara kas Rp47,118 juta serta piutang Rp40,5 juta. Namun Agus juga punya utang sebesar Rp731,764 juta.
Saat tes wawancara oleh Panitia Seleksi KPK pada 24 Agustus 2015, Agus mengaku baru saja membeli mobil karena sebelumnya hanya mempunyai tiga truk.
"Mobil, kami tidak memiliki sampai dua hari yang lalu. Kami beli bekas. Sebelumnya mobil yang kami miliki adalah leasing, ada tiga truk untuk angkut sayur di Magetan," kata Agus.
Ia mengaku sering mendapat honor yang bukan dari gaji PNS yang salah satunya berasal dari Organisasi Untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang ia hadiri delapan kali.
"Transfer ini lewat BCA, 6 ribu Euro," tambah Agus.
Dengan begitu, total tabungan di rekeningnya hanya Rp20 juta.
"Saya 3 kali mantu, utang bank. Kalau jeli, PPATK pasti tahu bahwa dari empat rekening saya total nilainya hanya Rp20 juta. Hanya belakangan setelah truk lunas, kami baru bisa menyimpan uang," kata Agus.
Menurut kerabat dekatnya di Magetan, Dariyati, sejak kecil Agus dikenal sebagai sosok yang pintar, tegas, suka bersedekah, dan hidup sederhana.
"Ia suka sekali membaca koran. Kalau di rumah ia bisa lama membaca korannya," kata Dariyati.
Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015