"Kebijakan tax amnesty tersebut berpotensi mengurangi kepatuhan wajib pajak, karena mereka berharap kebijakan tersebut pada masa mendatang," kata Yustinus di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu.
Dengan adanya pemikiran seperti itu, efektivitas dari kebijakan yang dimaksudkan sebagai langkah untuk peningkatan kepatuhan dan pengawasan wajib pajak setelh tax amnesty tidak akan tercapai.
"Seharusnya agar efektif ditekankan tax amnesty hanya diberikan sekali dalam satu generasi dan publikasi program tersebut ditekankan bahwa wajib pajak hanya memiliki kesempatan satu kali serta mendadak dan tidak dapat diantisipasi oleh wajib pajak," ujarnya.
Tax amnesty juga, lanjut dia, bergantung pada kredibilitas dan reputasi administrasi perpajakan atas aspek penegakan hukum pajak karenanya peningkatan teknologi informasi dan komunikasi dari pemangku kepentingan soal pajak harus ditingkatkan.
"Peningkatan kemampuan petugas pajak yang melakukan pemeriksaan juga harus ditingkatkan," ucapnya.
Indonesia sebetulnya, tambah dia, bisa memilih melakukan tax amnesty atau tidak asalkan yang ditekankan adalah berfokus peningkatan kesadaran wajib pajak untuk patuh melaksanakan kewajiban perpajakan.
"Misalnya, jika memilih untuk melakukan tax amnesty, law enforcement-nya harus kuat jika setelah pemberlakuan tax amnesty berlalu, maka ada ancaman untuk wajib pajak dipantau dan dikejar jika tidak lagi patuh," katanya, menambahkan.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015