Jakarta (ANTARA News) - PT Manulife Asset Managemen memprediksikan laba per saham (earning per share/EPS) emiten di bursa saham pada tahun 2016 mendatang akan bertumbuh hingga 12 persen.

"Untuk tahun 2016 mendatang, asumsi base case kami yang realistis ada di kisaran 8-12 persen," kata Director of Investment Manulife Asset Management Alvin Pattisahusiwa di Jakarta, Selasa.

Pertumbuhan EPS emiten tahun depan, kata Alvin, akan didorong oleh perbaikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang diprediksi bisa tumbuh hingga 5 persen pada tahun 2016 mendatang.

"Dengan begitu, pertumbuhan PDB 2016 sebesar 10 persen, sehingga bull case EPS bisa tumbuh sampai 20 persen, namun realistisnya di 8-12 persen," ujar dia.

Alvin mengatakan, jika dilihat secara historis dalam 15 tahun terakhir ketika perekonomian telah berada di titik bawah, pertumbuhan EPS bakal melonjak melampaui pertumbuhan PDB.

"Titik terendah tersebut telah terlewati pada semester II tahun 2015, sehingga pada 2016, EPS diprediksi bakal tumbuh dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan PDB," katanya.

Dia menyatakan pertumbuhan PDB akan terjadi seiring dengan membaiknya ekonomi makro Indonesia yang dinilai memasuki fase awal pemulihan pada 2016.

Hal tersebut akan ditandai oleh rebound-nya aktivitas perdagangan, tumbuhnya kredit perbankan, dan pertumbuhan laba bersih korporasi.

"Fase awal pemulihan bakal ditunjang oleh kebijakan pemerintah yang akomodatif dan stimulatif sebagai realisasi semua paket kebijakan ekonomi," katanya.

Adapun indeks harga saham gabungan (IHSG) diperkirakan bergerak pada kisaran 5.076-5.264. Hingga akhir 2015, IHSG diproyeksi mencapai 4.700.

Jika dihitung dari batas tengah target IHSG tahun ini sebesar 4.700, IHSG tahun depan bakal menembus 5.076 -5.264. Sedangkan target optimistis IHSG, jika mengacu pada historis, dapat melampaui 5.640.

Prediksi Makro Ekonomi

Terkait dengan situasi perekonomian yang terjadi di Tiongkok, Alvin mengatakan tidak akan banyak mempengaruhi manufaktur di Indonesia, dia menegaskan hanya 26 persen dari total manufaktur yang bakal terimbas negatif.

"Antara lain yakni perusahaan produsen kertas, metal, tekstil, karet, dan plastik. Sementara itu, perusahaan produsen makanan, otomotif, farmasi, dan kimia masih akan bertahan dan tidak terdampak," katanya.

Hal tersebut, kata dia tidak akan terlalu berefek negatif pada perekonomian dalam negeri, pasalnya ada faktor yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi antara lain adalah pemangkasan periode tender infrastruktur dari 6-12 bulan menjadi hanya 1-3 bulan.

"Pemerintah juga akan mendapat tambahan penerimaan pajak dari tax amnesty dan revaluasi aset sebesar Rp7 triliun," ujarnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berencana untuk menerbitkan kepemilikan minimum surat utang negara (SUN) utuk dana pensiun yang diprediksi bakal menambah pemasukan sebesar Rp60-90 triliun yang diprediksi akan membantu permodalan guna mendanai proyek infrastruktur.

Alvin melanjutkan tingkat inflasi juga diprediksi masih dapat terkendali tahun 2016 berada di kisaran 4-4,75 persen dengan memperhitungkan dampak lanjutan El Nino. Nilai tukar rupiah juga diprediksi akan berada pada kisaran Rp14.500-15.000.

"Pelemahan masih akan terjadi namun, tidak signifikan dan cenderung stabil," katanya.

Terkait dengan suku bunga acuan Bank Indonesia, Alvin menilai BI bisa memanfaatkan ruang penurunan BI rate sebesar 25-50 basis poin (bps) pada awal tahun depan pasca The Fed dalam FOMC meeting misalnya fed rate ditetapkan naik, namun juga dengan catatan nilai tukar rupiah berada pada posisi yang stabil.

"Semua mengharapkan itu, karena kebijakan moneter dampak ke market positif akan terasa langsung dibanding kebijakan fiskal yang baru terasa 1-3 tahun," kata dia.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015