Surabaya (ANTARA News) - Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya, Jawa Timur, mengamankan sebanyak 4.465 ekor burung berkicau selundupan dari luar pulau masuk ke wilayah Surabaya sepanjang tahun 2015.
Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan BBKP Surabaya, Retno Oktorina, Selasa, mengatakan ribuan burung berkicau itu diamankan dari empat kasus penyelundupan sejak November hingga Desember 2015.
"Rata-rata, pola penyelundupannya menggunakan sarana angkutan Kapal Motor (KM) Kirana, yang selalu menjadi jembatan para pelaku saat melakukan aksinya, dan berasal dari Banjarmasin, Kalteng dan Balikpapan Kaltim," katanya.
Retno mengatakan, secara rinci ribuan burung itu terdiri dari 1.205 ekor dikirim dari Banjarmasin, yang diamankan antara tanggal 10 hingga 12 November, dan sisanya 3.260 ekor burung berasal dari Balikpapan, yang diamankan pada 3 Desember 2015.
"Terakhir, pada hari Sabtu 12 Desember 2015, kami menggagalkan upaya penyelundupan 556 ekor burung jenis Jalak Kerbau dan Cucak Keling," katanya.
Ia menjelaskan burung yang diamankan merupakan dari berbagai jenis, dan diketahui bukan dari hasil penangkaran, melainkan burung liar dari hutan Kalimantan yang ditaksir dengan harga antara Rp80 ribu hingga Rp100 ribu/ekor.
Sementara untuk 556 ekor burung, 320 ekor di antaranya jenis Jalak Kerbau atau yang akrab disebut Jalak Kebo, dan selebihnya 236 ekor merupakan burung Cucak Keling.
"Dari 556 burung, kami temukan 14 di antaranya sudah tidak bernyawa alias sudah mati, dengan rincian 9 burung Cucak Keling, dan 5 ekor Jalak Kerbau," katanya
Sementara itu, salah satu pelaku yang ditangkap dalam penyelundupan itu adalah warga Surabaya berinisial S, karena tidak memiliki dokumen. Sebab, setiap memperdagangkan satwa harus mendapatkan surat kesehatan satwa, serta sertifikat pengambilan darah satwa," katanya.
"Pengiriman burung-burung tersebut tidak dilengkapi dokumen karantina atau sertifikat kesehatan, dan pelaku penyelundupan melanggar Pasal 31 jo Pasal 6 huruf a dan c Undang-Undang No16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dengan ancaman maksimal 3 tahun penjara," katanya.
Pewarta: Abdul Malik Ibrahim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015