Hanoi (ANTARA News) - Indonesia seharusnya lebih aktif memanfaatkan keberadaan kedutaan besar RI (KBRI) yang tersebar di sejumlah negara di dunia untuk menjadi ujung tombak ekspor dan investasi.
Dukungan terhadap KBRI ini diperlukan mengingat Indonesia harus meningkatkan nilai ekspor dagangannya sebagai salah satu cara untuk menggerakkan perekonomian nasional yang sedang melemah.
KBRI pastinya sangat mengetahui kondisi negara di mana mereka berada, termasuk potensi ekonomi mereka sehingga bisa dimanfaatkan sebagai tujuan ekspor dan investasi.
Juga mengenai produk-produk apa yang diminati masyarakat setempat, bahkan hingga pilihan jenis dan warna produk.
Mereka juga mengetahui negara mana saja yang bakal menjadi pesaing Indonesia dalam menjual produk ekspor itu di suatu negara.
Dengan diberikan tanggung jawab sebagai ujung tombak, KBRI tentunya akan merancang kegiatan dan strategi dalam mendorong laju ekspor produk Indonesia di negara yang ditempati.
Karena itu, menarik dicermati kegiatan pameran dagang dan forum bisnis yang diselenggarakan KBRI Hanoi, Vietnam, di Hanoi pada 10-12 Desember 2015.
Dengan menjadi penyelenggara, KBRI Hanoi mengajak sejumlah pengusaha Indonesia, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM), untuk memamerkan produknya serta mengikuti forum bisnis, di mana mereka bisa menemukan mitra bisnis dari Vietnam.
Mereka memperoleh "booth" pameran secara cuma-cuma. Mereka hanya mengeluarkan dana untuk tiket pesawat dan hotel.
Menurut Minister Counsellor KBRI Hanoi, Sadikin, pihaknya memang benar-benar ingin membantu pengusaha Indonesia dan UKM memanfaatkan potensi pasar Vietnam yang perekonomiannya yang menjanjikan dengan tingkat pertumbuhan pada 2015 ditargetkan sebesar 6,3 persen.
Menurut dia, dengan masuk ke Vietnam yang jumlah penduduknya 90 juta orang, pengusaha Indonesia dapat bersama-sama menikmati pasar domestik yang sedang tumbuh.
Juga pasar ASEAN dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berpenduduk 600 juta orang, yang mulai berlaku pada awal Januari 2016, serta pasar global mengingat Vietnam kini sudah menjadi anggota Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang diinisiasi AS.
KBRI, katanya, akan membantu dan memfasilitasi perusahaan peserta pameran untuk akhirnya mendapat mitra dagang supaya produk mereka bisa masuk ke Vietnam.
Bagi peserta pameran yang masih ragu untuk melakukan kesepakatan transaksi bisa berkonsultasi dengan KBRI.
KBRI, misalnya, akan membantu menelusuri apakah perusahaan atau perorangan yang mengajak kerja sama itu merupakan perusahaan yang terpercaya atau tidak.
Kegiatan yang dipersiapkan mulai akhir Oktober tahun ini, setelah mendapatkan persetujuan pendanaan dari pemerintah, akhirnya diikuti sekitar 100 perusahaan dan UKM.
Produk Indonesia yang ditampilkan beragam mulai dari produk makanan dan minuman sampai produk otomotif dan suku cadang, mesin, minyak dan batu bara, peralatan elektronik dan rumah, konstruksi dan konsultan, farmasi dan peralatan medis serta produk kimia.
Usai membuka secara resmi pameran perdagangan Indonesia dan forum bisnis Indonesia - Vietnam, Kamis (10/12), Sadikin mengatakan Indonesia mencari distributor produk ekspornya di Hanoi menjelang berlakunya MEA, melalui pameran dagang terbesar yang baru pertama kali diselengarakan.
Sadikin menjelaskan dengan tujuan utama kegiatan itu memperkenalkan produk Indonesia di Vietnam, maka diharapkan target perdagangan kedua negara sebesar 10 miliar dolar AS pada 2018 dapat tercapai.
Nilai perdagangan kedua negara pada 2014 telah mencapai 5,6 miliar dolar AS. Di bidang investasi, saat ini sekitar 30 perusahaan Indonesia telah beroperasi di Vietnam.
Meningkat
Berkaitan dengan kerja sama perdagangan Indonesia-Vietnam, Direktur Jenderal Departemen Asia Pasifik Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam Le Hoang Oanh mengatakan investasi langsung Indonesia di Vietnam telah meningkat secara signifikan.
"Ketika Vietnam terus tumbuh, makin banyak pengusaha Indonesia ingin memahami Vietnam lebih baik, dan pengusaha Vietnam juga menginginkan yang serupa tentang Indonesia," katanya ketika menyampaikan keynote speech dalam Forum Bisnis Indonesia-Vietnam.
Le Hoang Oanh menjelaskan, hingga saat ini, Indonesia memiliki 46 proyek investasi di Vietnam dengan total nilai investasi sebesar 400 juta dolar AS.
Ia mengatakan, di tengah pencapaian itu, masih banyak ruang untuk meningkatkan investasi dan perdagangan kedua negara mengingat besarnya potensi dan peluang yang ada.
"Menurut saya, perusahaan dari kedua negara memainkan peran penting dalam meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan," katanya.
Sementara itu, Indonesia mengajak Vietnam tidak bersaing dalam memanfaatkan peluang ekonomi di kawasan maupun global, namun lebih meningkatkan kemitraan strategis yang sudah terjalin selama ini.
"Mari kita meningkatkan kemitraan dalam memanfaatkan pasar di ASEAN dan global," kata Direktur Pemberdayaaan Usaha BKPM Pratito Soeharyo.
Tito mengatakan sebentar lagi pada awal Januari 2016 negara anggota ASEAN mulai memberlakukan MEA. Itu artinya ada pasar sebesar 600 juta penduduk di kawasan.
"Ini bukan berarti kita mengabaikan persaingan, tapi melakukan kerja sama sepertinya lebih baik," katanya.
Tito juga mengatakan pihaknya selalu mengajak dunia usaha Indonesia, termasuk UKM, untuk meningkatkan ekspor dan investasi di negara yang telah memiliki 60 tahun hubungan diplomatik dengan Indonesia itu.
Dalam kesempatan itu, Tito juga menjelaskan bahwa Indonesia terus melakukan deregulasi dan debirokratisasi dengan menerbitkan sejumlah paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk membuat iklim investasi di Indonesia menjadi lebih baik dan menarik.
KBRI Hanoi telah membuktikan bahwa mereka mampu menyelenggarakan kegiatan besar demi meningkatkan ekspor nasional. Dalam dua hari kegiatan, jumlah nilai kesepakatan transaksi mencapai lebih dari Rp5,6 miliar.
Dubes RI untuk Laos Irmawan Emir Musnandar yang hadir di Hanoi, mengatakan, KBRI di Laos juga akan melakukan kegiatan yang sama pada 2016.
Oleh Ahmad Buchori
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015