Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrahman Ruki didesak mundur dari jabatannya terkait pengadaan alat penyadap KPK senilai Rp34 miliar yang melalui penunjukan langsung pemasoknya. Desakan tersebut dilontarkan Manajer Program Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Syaiful Bahri Anshori di Jakarta, Sabtu. "Untuk mempermudah proses penyelidikan, kami meminta Taufiequrahman Ruki mengundurkan diri sebagai Ketua KPK karena dia orang yang paling bertanggung jawab," kata Syaiful. Dikatakannya, sebagai pemimpin lembaga yang bertugas memberantas praktek korupsi, Ruki sudah pasti mengerti bahwa proyek sebesar itu tidak boleh dilaksanakan melalui penunjukan langsung yang berpotensi melahirkan KKN. KPK sendiri, katanya, telah menangani kasus dugaan KKN pada sejumlah proyek yang dilaksanakan melalui penunjukan langsung, misalnya kasus di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Oleh karena itu, terhadap kasus sejenis yang terjadi di dalam tubuhnya sendiri, kata Syaiful, maka KPK tidak boleh berdiam diri. "Sebagai lembaga khusus yang menangani kasus-kasus korupsi, KPK harus bebas dan bersih dari korupsi," tegas Syaiful yang juga Wakil Sekretaris Jenderal PBNU tersebut. Dikatakannya, siapa pun yang terlibat harus ditindak tegas untuk membuktikan kepada publik bahwa siapa pun sama di hadapan hukum. Pada kesempatan itu GNPKB PBNU mengajak segenap elemen masyarakat, penegak hukum, mahasiswa, serta tokoh agama bersatu melawan koruptor yang merajalela di negara ini. Proyek pengadaan alat penyadap KPK senilai Rp34 miliar yang dilaksanakan tidak melalui tender menggunakan dana APBN tahun 2005 dan tertuang dalam daftar isian proyek dan anggaran berkode 0926. Alat penyadap tersebut didatangkan dari Jerman, Amerika Serikat dan Polandia.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007