Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus memberikan dukungan lebih optimal kepada PT Pertamina (Persero) agar BUMN yang berusia 58 tahun ini semakin berkembang dan masuk ke dalam jajaran perusahaan energi berskala global, kata seorang pengamat industri energi.
"Sejauh ini dukungan tersebut belum terlihat jelas, baik dari sisi aturan maupun kebijakan yang belum sesuai harapan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara di Jakarta, Kamis.
Marwan mencontohkan blok migas yang berakhir masa kontraknya selama ini tidak serta merta diserahkan ke Pertamina. Padahal sudah lama dari satu dirjen ke dirjen berikutnya diminta agar perusahaan nasional yang 100 persen milik negara ini mendapat prioritas.
Menurut Marwan, keberpihakan ini menjadi penting karena jika dilakukan dapat meningkatkan data cadangan terbukti perusahaan migas nasional. Hal ini juga yang harus diatur yakni kepemilikan cadangan terbukti nasional, siapa yang berhak memiliki cadangan terbukti nasional apakah Pertamina atau BUMN khusus.
"Sekarang sudah ada kecenderungan untuk diserahkan ke BUMN khusus pada BUMN tersebut dirancang tidak sebagai entitas bisnis. Akan lebih baik kalau itu diserahkan ke Pertamina karena akan menambah cadangan terbukti yang membuat perusahaan BUMN ini memiliki kemampuan dan lebih mudah mandapat pinjaman untuk operasional kegiatannya, termasuk mengakuisisi lapangan baru dan bisa menjadi ketahanan energi nasional," katanya.
Jika ingin Pertamina berkembang, kata Marwan, dukungan pemerintah harus nyata. Apalagi, manajemen Pertamina sudah punya rencana jangka pendek dan menengah bahkan jangka panjang.
"Sekarang tinggal dibantu untuk berkembang. Dan itu sudah dilakukan oleh banyak negara. Petronas berkembang dengan pesat karena ada dukungan yang jelas dari pemerintah Malaysia. Mengapa pemerintah kita tidak bisa demikian," katanya.
Dirgo W Purbo, pakar "energy security" dan pengajar geoekonomi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), mengatakan Pertamina sebagai garda terdepan dari sektor ketahanan energi nasional sudah tidak terbantahkan lagi.
Perusahaan multinasional bahkan harusnya belajar dari Pertamina bagaimana berperan dalam memenuhi kebutuhan energi nasional dengan kondisi geografis yang luar biasa ini.
"Tidak ada perusahaan multinasional yang bisa berperan seperti Pertamina ini membeli minyak dalam dolar dan kemudian menjual dalam rupiah. Belum lagi ada kewajiban lain yakni PSO (public service obligation). Dengan demikian Pertamina bisa bertahan seperti sekarang ini sudah sangat luar biasa," katanya.
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan perseroan siap mewujudkan kemandirian energi melalui berbagai percepatan proyek Pertamina, baik di hulu, panas bumi, energi baru dan terbarukan (EBT) serta pemasaran. "Kami menargetkan untuk memenuhi bauran energi nasional 23 persen dari EBT pada 2025," katanya.
Dengan target pengembangan 2015-2019 sebesar 505 megawatt, dalam 2019 total kapasitas terpasang mencapai 907 MW dengan total investasi khusus panas bumi mencapai 2,5 miliar dolar AS.
Pertamina juga akan merealisasikan investasi hingga 25 miliar dolar AS untuk peningkatan produksi dan kompleksitas kilang Pertamina, produksi kilang Pertamina 2024 menjadi 2,4 juta barel per hari, termasuk secara bertahap meningkatkan belanja modal perseroan dari 4,4 miliar dolar AS, dimana dua miliar dolar AS direaliasikan untuk investasi di hulu pada 2015.
"Hingga kuartal III 2015, produksi naik 11 persen dibandingkan kuartal III 2014 yang mencapai 575 ribu barel per hari," katanya.
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015