Pemimpin kita tidak paham etika. Anggota MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) pun tidak tahu etika itu apa

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo didorong untuk menempuh jalur hukum dengan melaporkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid atas dugaan pencatutan nama Presiden dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

"Atas nama menjaga wibawa negara, Jokowi harus segera melaporkan tindakan yang dilakukan Novanto dan Riza Chalid pada Polri," kata Ketua Setara Institute Hendardi saat dihubungi ANTARA News dari Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan, dugaan pencatutan nama Presiden bukan hanya merugikan nama baik Presiden secara pribadi tetapi mengganggu wibawa lembaga negara.

"Kalau Jokowi membiarkan skandal itu berputar di arena politik, justru akan mengundang berbagai kecurigaan baru pada Jokowi," ujar Hendardi.

"Kalau Jokowi tidak mengadu, publik bisa menganggap ini sandiwara besar 'Papa minta saham'," tambahnya.

Lebih lanjut, Hendardi mengatakan, skandal "Papa minta saham" bisa mengancam kestabilan ekonomi.

"Publik sudah terbiasa dengan persoalan seperti ini yang terjadi berulang kali. Publik mungkin bisa dibohongi dengan situasi semacam ini. Tetapi pasar tidak bisa dibohongi. Tren penurunan ekonomi dan ketidakpercayaan ekonomi akan terjadi kalau kepercayaan publik tidak ditempuh melalui suatu penegakkan hukum yang tegas," tutur Hendardi.

Pada kesempatan berbeda, Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute Benny Susetyo atau dikenal Romo Benny menilai tindakan yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto merupakan gambaran pemimpin yang krisis etika.

"Dia sebagai Ketua DPR ketemu pengusaha benar atau tidak? Ini persoalan etika. Dia melanggar wewenangnya," ujar Romo Benny yang menambahkan seharusnya secara etis Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

"Pemimpin kita tidak paham etika. Anggota MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) pun tidak tahu etika itu apa," lanjut Romo Benny.

Pewarta: Monalisa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015