Washington (ANTARA News) - Lebih satu dari empat dokter pada tahap awal karir mereka memiliki tanda depresi, kata satu studi, yang menuding bertahun-tahun pelatihan yang sangat meletihkan untuk memperoleh pekerjaan sebagai penyebabnya.
Berita buruk itu bukan cuma buat dokter muda sendiri, tapi juga buat pasien yang mereka obati pada saat ini dan pada masa depan sebab dokter yang tertekan diketahui lebih mungkin membuat kekeliruan atau memberi perawatan yang lebih buruk, kata studi yang menyeluruh tersebut.
Temuan itu, yang disiarkan di jurnal AS JAMA pada Selasa (8/12), berpangkal dari penyelidikan dalam studi selama 50 tahun yang meneliti gejala depresi pada lebih dari 17.5000 dokter yang menjalani pelatihan, yang juga dikenal sebagai dokter dalam pelatihan.
Dengan mengumpulkan dan menggombinasikan data dari 54 studi yang dilakukan di seluruh dunia antara 1963 dan 2015, para peneliti dari Harvard University dan University of Michigan menyimpulkan 28,8 persen dokter yang menjalani pelatihan memiliki tanda depresi.
"Temuan ini menyoroti satu masalah penting pada lulusan pendidikan medis," kata penulis bersama studi itu, Douglas Mata dari Harvard Medical School dan dokter yang menjalani pelatihan di Brigham and Womens Hospital --yang berafiliasi pada Harvard, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam. "Prevalensi depresi jauh lebih tinggi pada penduduk secara umum."
Studi tersebut juga memperlihatkan peningkatan kecil tapi penting pada angka depresi selama lima dasawarsa belakangan.
"Peningkatan depresi ini mengejutkan dan penting, terutama mengingat pembaruan yang telah dilaksanakan selama bertahun-tahun dengan keinginan peningkatan kesehatan mental dokter yang menjalani pelatihan dan kesehatan pasien," kata penulis bersama Srijan Sen, ahli ilmu jiwa dan epidemiologi di University of Michigan.
Para peneliti menyatakan bahwa depresi di kalangan dokter yang menjalani pelatihan juga mempengaruhi pasien, sebab penelitian terdahulu telah memastikan kaitan antara depresi pada dokter dan kualitas perawatan yang lebih rendah.
Di dalam editorial yang menyertai studi itu, Thomas Schwenk dari University of Nevada School of Medicine mengatakan sistem pelatihan medis mungkin memerlukan "perubahan yang lebih mendasar".
"Prevalensi simtomatologi depresi dan penyakit pada dokter yang menjalani pelatihan dan penanda penting bagi masalah yang lebih dalam dan lebih besar pada lulusan sistem pendidikan medis yang memerlukan perubahan yang sama besarnya," tulis Schwenk dikutip dari OANA.
(Uu.C003)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015