Jakarta (ANTARA News) - Kemitraan riset internasional mengungkap temuan fosil mesosaurus pertama yang ditemukan di Jepang, yang merupakan fosil mesosaurus jenis baru.
Fosil reptil laut berusia 72 juta tahun itu tidak hanya menutup kesenjangan biogeografis antara Timur Tengah dan Pasifik Timur, tapi juga membuka rahasia mengenai keunggulan keawetannya.
Temuan fosil kadal perenang unik yang diyakini memburu ikan dan cumi-cumi bercahaya pada malam hari itu dirinci dalam makalah yang utamanya ditulis oleh Takuya Konishi dari bagian ilmu biologi University of Cincinnati di Journal of Systematic Palaeontology.
Fosil reptil laut, Phosphorosaurus ponpetelegans (kadal phosphorus dari sungai kecil elegan), ada selama Periode Akhir Cretaceous, sebelum dinosaurus terakhir seperti Tyrannosaurus dan Triceratops ada.
Dibandingkan dengan beberapa sepupu mosasaurus mereka yang bisa tumbuh sampai 40 kaki, spesies ini relatif kecil, sekitar tiga meter atau 10 kaki panjangnya.
Temuan unik di sebuah sungai kecil di kota Mukawa di bagian utara Jepang itu mengungkapkan bahwa makhluk itu bisa menjajah seluruh belahan Bumi utara.
"Mosasaurus langka sebelumnya ditemukan di sepanjang Pantai Timur Amerika Utara, Pantai Pasifik Amerika Utara, Eropa dan Afrika Utara, tapi ini yang pertama mengisi celah antara Timur Tengah dan Pasifik Timur," jelas Konishi, anggota tim peneliti fosil mosasaurus tersebut.
Fosil itu terjaga baik sehingga peneliti bisa mengungkap bahwa makhluk tersebut memiliki penglihatan binokular, matanya ada di bagian depan wajah, memungkinkan persepsi mendalam. Ini merupakan temuan baru mengenai fosil spesies tersebut.
Temuan itu mengungkapkan bahwa struktur mata mosasaurus kecil ini berbeda dari sepupu mereka yang lebih besar, yang matanya ada di bagian samping kepala besar mereka seperti struktur mata kuda.
Mata dan kepala mosasaurus yang lebih besar terbentuk untuk meningkatkan kemampuan berenang memburu mangsa seperti ikan, kura-kura dan bahkan mosasaurus kecil.
"Mata yang menghadap ke depan pada Phosphorosaurus memberikan kedalaman persepsi penglihatan, dan ini umum pada burung pemangsa dan mamalia predator yang menetap bersama kita saat ini," kata Konishi.
"Tapi kami sudah tahu bahwa kebanyakan mosasaurus adalah predator pengejar berdasarkan apa yang mereka mangsa, binatang-binatang perenang," katanya.
"Paradoksnya, mosasaurus-mosasaurus kecil seperti Phosphorosaurus bukan perenang mahir seperti hewan-hewan sezaman yang lebih besar karena sirip dan ekor mereka tidak berkembang baik," katanya.
Berdasarkan hal itu, Konishi mengatakan reptil laut yang lebih kecil ini diyakini berburu pada malam hari.
Perbandingannya dengan mosasaurus yang lebih besar seperti perbandingan burung hantu dengan burung-burung yang mengejar mangsa pada siang hari seperti elang.
Penglihatan binokular pada binatang nokturnal menggandakan jumlah fotoreseptor untuk mendeteksi cahaya.
Serupa burung hantu yang punya mata yang lebih besar untuk menguatkan reseptor-reseptor cahaya itu, mosasaurus yang lebih kecil memiliki rongga mata yang sangat besar.
Selain itu, karena fosil ikan lentera dan binatang serupa cumi-cumi dari Periode Akhir Cretaceous juga ditemukan di bagian utara Jepang, dan karena mitra modern mereka adalah bioluminesens, para peneliti yakin Phosphorosaurus mungkin secara spesifik menyasar ikan dan cumi-cumi bercahaya pada malam hari sementara sepupu mereka yang lebih besar berburu di bawah air pada siang hari.
"Jika mosasaurus baru ini pemburu yang duduk dan menunggu dalam gelapnya laut dan bisa mendeteksi cahaya dari binatang lain, itu akan menjadi ceruk yang cocok untuk hidup berdampingan dengan mosasaurus yang lebih berkembang," kata Konishi.
Pengawetan
Fosil mosasaurus yang tertutup matriks batu itu pertama kali ditemukan tahun 2009 di sebuah sungai kecil di bagian utara Jepang.
Butuh ketelatenan untuk mengungkap apa yang ada dalam susunan batu yang melindungi fosil itu. Nodul berkapur akan dicelupkan ke pencuci asam khusus pada malam hari, dan dibilas pada pada hari berikutnya dalam proses membebaskan tulang-tulang dari matriks batu yang berlangsung selama dua tahun.
Untuk melindungi fosil selanjutnya, dibuat campuran dari tulang-tulang guna menyatukan sisa-sisa tulang tanpa merusak fosil.
"Sangat tidak biasa bisa seawet ini, dengan memisahkan tulang-tulang tengkorak yang campur aduk, kami bisa membangun tengkorak sempurna dengan pengecualian pada bagian depan moncong," kata Konishi.
"Ini bukan rekonstrukti realitas virtual menggunakan perangkat lunak. Ini rekonstruksi fisik yang membawa kembali detail mengagumkan dan indah, kondisi yang tak terdistorsi," katanya seperti dilansir laman University of Cincinnati Magazine.
Konishi mengatakan riset selanjutnya akan mencari tahu bagaimana mosasaurus baru ini masuk ke pohon evolusi keluarga mosasaurus.
Penerjemah: Maryati
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015