Kalau lebih efesien lagi bisa dilepas di bawah Rp70.000 per kilogramnya"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebutkan bahwa lamanya proses distribusi sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT) menyebabkan sapi-sapi menjadi kurus ketika sampai ke tujuan sehingga merugikan konsumen.
"Prosesnya memakan waktu dua bulan dari NTT ke Jakarta, ternyata menyebabkan sapi menjadi kurus, dan merugikan harga Rp6.000 per kilogramnya," kata Amran Sulaiman usai mencanangakan program Tanam Serentak di Tangerang, Senin.
Ia menjelaskan dengan memotong waktu distribusi, bisa menguntungkan harga sebanyak Rp6.000 per kg dari bobot hidupnya. "Karena sudah ada perjanjian untuk memangkas para middleman atau makelar maka waktu selama itu (dua bulan) harus dihilangkan, jangan sampai lebih dari satu bulan," katanya.
Ia juga mengatakan dengan adanya kapal yang dikhususkan bagi distribusi hewan ternak, mampu membuat harga daging sapi menjadi murah, berkisar Rp75 ribu per kilogramnya.
"Selama ini biaya angkut dari NTT ke Jakarta sekitar Rp2 juta per ekor, tapi dengan kapal baru yang dirancang khusus sapi, biayanya itu hanya Rp320.000 per ekor," katanya.
Sebelumnya, pemerintah telah memesan lima kapal, dan baru satu kapal yang sudah siap untuk mengangkut khusus sapi dengan kapasitas 500 ekor.
Sementara itu, Presiden juga mengungkapkan dengan adanya penurunan tersebut, biaya per kilogram menjadi Rp60.000, sehingga bisa dijual di pasar kisaran Rp70.000-80.000 ribu per kilogramnya.
"Kalau lebih efesien lagi bisa dilepas di bawah Rp70.000 per kilogramnya," kata Presiden.
Jokowi mengatakan inspirasi pengangkutan sapi melalui kapal ini saat di Pelabuhan Tanjung Priuk melihat sapi dari Australia diangkut kapal dengan kapasitas 6.000 ekor.
Presiden berharap dengan angkutan sapi lewat kapal ini tidak ada gejolak harga daging ketika ada permintaan tinggi, termasuk menjelang akhir tahun yang diprediksi harga melonjak.
Presiden yakin harga daging bisa ditekan karena pengkapalan pertama dari Nusa Tenggara Timur sebanyak 500 sapi sudah datang awal Desember 2015.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015