Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi PDIP di DPR RI, Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Jumat, memprihatinkan adanya gerakan baku-ancam di antara pihak Sekretariat Negara dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kalau pejabat di lingkungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengancam KPK, yang oleh Presiden dijadikan primadona kinerjanya, ya sungguh kasihan," ujar salah seorang Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) itu. Dikatakannya, baku-ancam itu merupakan "preseden buruk", karena KPK sebagai lembaga penegakan hukum yang benar-benar diandalkan Pemerintah, juga mulai menebar ancaman tak kalah sengitnya. "Padahal, Presiden Yudhoyono dalam pernyataan awalnya saat dilantik ingin menjadikan pemberantasan KKN, dan akan membersihkan lingkungannya sendiri, siapa pun yang terlibat," kata Tjahjo. Pernyataan Tjahjo Kumolo tersebut berkaitan dengan aksi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Yusril Ihza Mahendra, melaporkan Ketua KPK, Taufiequrahman Ruki, lantaran lembaga itu dalam proyek pengadaan alat-alat penyadap telekomunikasi juga melakukan sistem penunjukan langsung atau tanpa tender terbuka. "Ketua KPK akan saya laporkan. Saya siang ini akan ke KPK sebagai saksi pelapor," kata Yusril di Masjid Baiturrahim, Istana Negara, Jakarta. Hal itu dikemukakan Yusril menanggapi hasil pemeriksaan KPK atas dirinya pada kasus pengadaan alat sistem identifikasi sidik jari (Automatic Fingerprint Identification System/AFIS) di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkum dan HAM) pada 2004 senilai Rp18,48 miliar, yang diduga merugikan negara sekira Rp6 miliar lantaran melalui proses penunjukkan langsung. Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, KPK menilai, penunjukan langsung proyek tersebut tidak bisa dibenarkan, karena harus melalui mekanisme tender. Yusril, yang diperiksa sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM, mengatakan bahwa kalau penyidik KPK diarahkan pimpinannya untuk kasus penunjukan pengadaan AFIS tersebut, tentu KPK juga harus diperiksa soal kasus yang sama. Menurut Yusril, dirinya memiliki bukti-bukti soal kasus pengadaan alat-alat penyadapan telepon seluler di KPK yang dilakukan tanpa tender. "Mestinya KPK juga diperiksa dong, karena melakukan hal yang sama. Harga peralatan penyadapan KPK itu juga lebih mahal ketimbang alat AFIS yang dibeli Departemen Kehakiman waktu itu," demikian Yusril. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007