Jakarta (ANTARA News) - Kasubdit Bidan Konsumsi Makanan Kementerian Kesehatan, Pujo Hartono, mengatakan persoalan gizi di Tanah Air sulit diatasi karena adanya kesenjangan status gizi antar wilayah di Tanah Air.

"Indonesia termasuk salah satu dari 17 negara yang mengalami persoalan gizi ganda," ujar Pujo dalam konferensi pers SEAMEO REFCON di Jakarta, Sabtu.

Dia menambahkan permasalahaan gizi buruk dan stunting belum terselesaikan, namun di sisi lain obesitas kasusnya juga meningkat terus.

"Pemerintah menyusun panduan gizi umum seimbang sebagai acuan untuk penanganan gizi di seluruh Tanah Air. Jika diterapkan dengan baik tentu persoalan gizi di Indonesia bisa teratasi dengan baik," jelas dia.

Deputi Direktur Bidang Program Southeast Asian Ministers of Education Organization Indonesia Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON), Dr Umi Fahmida, mengatakan beberapa kendala yang menyebabkan persoalan gizi sulit diatasi adalah kesenjangan status gizi antar wilayah, perbedaan makanan yang dikonsumsi, luasnya wilayah Indonesia serta keragaman wilayah.

Sementara, kampanye kampanye mengenai sumber gizi bersifat terpusat dan terkesan menyamakan antarwilayah.

"Sehingga ini menyulitkan wilayah tertentu untuk dapat mengikuti rekomendasi makanan akibat sulitnya mencari sumber makanan tertentu, mahalnya harga ataupun perbedaan kebiasaan," terang Umi.

Menurut dia, untuk mengatasi persoalan gizi tersebut diperlukan rekomendasi pangan yang didasarkan pada kearifan lokal sehingga lebih mudah untuk diikuti. Penyelesaian masalah yang bersifat kedaerahan ini menjadi kunci utama penyelesaian masalah gizi.

"Baru-baru ini, WHO bekerja sama dengan institusi internasional menemukan alat yang disebut Optifood yang berfungsi mengukur status gizi dari pangan lokal untuk kemudian dapat disusun menjadi rekomendasi pangan. Sayangnya, Optifood selama ini hanya difungsikan pada tataran penelitian dan belum ada langkah nyata untuk menggunakannya sebagai solusi di lapangan," tambah Umi.

Bentuk inisiasi penggunaan perangkat lunak Optifood itu, lanjut Umi, dilakukan dengan seminar yang diselenggarakan SEAMEO REFCON yang berjudul "Pengembangan dan Kerja Sama Penerjemahan Panduan Gizi Berbasis Lokal Untuk Optimalisasi Gizi Melalui Program Linear".

"Dengan Optifood, kita bisa mencarikan jalan keluar bagi persoalan gizi di Tanah Air," cetus Umi.

Perwakilan Poltekkes Kemenkes Jakarta (II), Sugeng Wiyono, mengatakan instrumen optifood ini sudah mulai diterapkan di Lebak (Banten) dan Banyumas (Jateng).

"Dari data-data yang terkumpul ini kemudian bisa diolah dan dianalisa sehingga ditemukan data yang bisa dijadikan panduan untuk penanganan masalah gizi," jelas Sugeng.

Sugeng menegaskan Optifood dapat menjadi jalan keluar dari persoalan gizi yang sulit diatasi.

"Dalam hal ini, peran daerah sangat penting untuk mengatasi permasalahan gizi," tukas Sugeng.

Pewarta: Indriani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015